Selasa 19 Jun 2018 18:13 WIB

Ilmuwan Temukan Cara Hemat Gunakan AC

Meningkatnya penggunaan AC memicu kekhawatirkan tingginya pemakaian energi listrik

Rep: Christiyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pengunjung toko sedang memilih air conditioner (AC) di toko elektronik. Indonesia sebagai negara tropis merupakan pasar utama AC di Asia Tenggara. Meningkatnya temperatur juga mendorong penggunaan AC di Indonesia
Foto: ADI WEDA/EPA
Pengunjung toko sedang memilih air conditioner (AC) di toko elektronik. Indonesia sebagai negara tropis merupakan pasar utama AC di Asia Tenggara. Meningkatnya temperatur juga mendorong penggunaan AC di Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Tatkala hawa sedang panas, pendingin ruangan atau AC jamak digunakan demi menciptakan lingkungan yang lebih sejuk. Kian hari, penggunaan AC di lingkungan kantor dan rumah tangga kian banyak seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat. 

Kondisi tersebut memunculkan kekhawatiran baru karena semakin banyak AC dinyalakan maka semakin banyak pula energi listrik yang dibutuhkan. BBC melaporkan sebuah perusahaan listrik di India menyalahkan penggunaan AC sebagai akibat dari tingginya permintaan listrik di negara itu.

IHS Markit's Home Appliance Intelligence Service mengestimasi pada  2016 terdapat 130 juta unit AC digunakan di seluruh dunia. Setahun kemudian angka bertambah menjadi 160 juta unit. Demi mewujudkan penggunaan energi yang lebih efisien, ilmuwan dan perusahaan teknologi berupaya menciptakan pendingin ruangan yang hemat energi. 

Para ilmuwan di Stanford University misalnya, telah mendesain sistem pendingin yang terbuat dari material tipis dan nanofotonik. Mereka menemukan material tipis yang dapat memancarkan panas walaupun diterpa sinar matahari langsung. Energi termal diradiasikan dalam bentuk gelombang panjang yang bisa menembus atmosfer bumi hingga ke luar angkasa. 

Dalam uji coba, mereka menemukan bahwa material itu dapat dimanfaatkan untuk mengalirkan air dingin lewat pipa di bawah panel material. Air tersebut didinginkan hingga mencapai suhu di bawah suhu udara rata-rata. Setelah itu air digunakan untuk mendinginkan ruangan. 

Poin terpenting dari desain tersebut adalah penggunaan listrik yang mencapai nol persen. Para peneliti pun kini tengah menyempurnakan dan mengkomersialisasikan teknologi itu dengan nama SkyCool Systems. 

Penelitian efisiensi listrik juga dilakukan oleh ilmuwan dari University of Florida. "Hal yang masuk akal jika kita memprediksi penggunaan listrik naik dua kali lipat di masa yang akan datang," kata Danny Parker dari Solar Energi Center di University of Florida. 

Parker dan rekan-rekannya telah melakukan riset selama bertahun-tahun untuk menciptakan AC dan sistem pemanas yang hemat energi. Pada 2016 lalu, mereka menemukan pendingin ruangan yang dijalankan lewat proses evaporasi bisa disematkan pada AC konvensional. Dengan menyertakan sistem evaporasi, AC tidak perlu bekerja keras untuk menurunkan temperatur udara. Parker dan timnya mengklaim sistem itu bisa menciptakan efisiensi antara 35 sampai 50 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement