Jumat 27 Jul 2018 05:11 WIB

Fenomena Embun Beku Diprediksi Berlangsung Hingga September

Fenomena embun beku ini terjadi sepanjang musim kemarau.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Ani Nursalikah
Fenomena embun beku/embun upas atau frost.
Foto: wikimedia
Fenomena embun beku/embun upas atau frost.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena embun beku yang saat ini terjadi di Dataran Tinggi Dieng juga dapat dinikmati oleh masyarakat di daerah dengan ketinggian di atas 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) dalam kurun waktu hingga September 2018.

Menurut Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Mulyono Rahadi Prabowo, daerah-daerah yang memiliki kondisi iklim serupa dengan Dieng juga dapat mengalami hal tersebut. "Potensi embun beku sebetulnya bisa saja terjadi di dataran tinggi yang lain saat musim kemarau, tetapi udaranya ada uap air," ujar Prabowo kepada Republika.co.id, Kamis (26/7).

Fenomena embun beku ini terjadi sepanjang musim kemarau. Penyebab musim kemarau adalah berkurangnya uap air di udara sebagai bahan untuk pembentuk awan. Uap air bervariasi jumlahnya di udara karena faktor dinamika atmosfer.

Embun beku diperkirakan akan banyak berlangsung saat puncak kemarau, yang diprediksi BMKG pada Agustus hingga September 2018. Meskipun fenomena ini menarik bagi para wisatawan, namun tidak demikian bagi petani di wilayah tersebut.

Suhu yang sangat dingin di musim kemarau dapat menyentuh di bawah nol derajat Celsius. Kemudian pada malam hari, uap air di udara akan mengalami kondensasi dan kemudian mengembun untuk menempel jatuh di tanah, dedaunan, atau rumput. Suhu minus akan mengakibatkan air dalam jaringan tanaman membeku dan membentuk embun berupa salju pada dedaunan saat pagi hari.

"Makanya tanaman dan sayur-sayuran rusak dan bisa mati," kata Prabowo.

Faktor yang mempengaruhi musim kemarau di Indonesia adalah angin timuran. Saat matahari berada di utara ekuator, yaitu pada April, Mei, Juni, Juli, dan Agustus, maka wilayah di sebelah utara ekuator memiliki tekanan lebih rendah daripada wilayah selatan ekuator.

Akibat peristiwa tersebut, angin akan bergerak dari wilayah selatan ekuator, yaitu Australia menuju utara (Asia), sehingga kerap disebut Monsun Australia. Angin timuran itu membawa massa udara yang bersifat kering dan dingin sehingga wilayah di Indonesia mengalami musim kemarau.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement