REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manusia hidup di planet ayam. Ayam pedaging sekarang melebihi jumlah semua burung liar yang disatukan.
Jumlahnya tiga banding satu. Ini adalah spesies vertebrata (bukan hanya burung) yang paling banyak di darat, dengan 23 miliar ekor hidup pada satu waktu.
Di seluruh dunia, ayam adalah daging yang paling umum dimakan. Ini telah membuatnya menjadi simbol yang hidup dari Anthropocene, epokimia baru yang diusulkan yang menandai dampak luar biasa manusia pada proses geologis permukaan bumi.
Ayam modern saat ini begitu berubah dari nenek moyangnya. Bahkan tulangnya tidak diragukan lagi akan menjadi penanda fosil saat manusia menguasai planet ini.
Dalam penelitian bersama terbaru yang diterbitkan Royal Society Open Science, peneliti membandingkan tulang-tulang ayam pedaging modern dengan tulang nenek moyang mereka yang berasal dari zaman Romawi. Ayam broiler modern secara radikal berbeda. Mereka memiliki kerangka berukuran super, struktur kimia tulang yang berbeda yang mencerminkan homogenitas makanan, dan secara signifikan mengurangi keragaman genetik.
Hal ini karena ayam pedaging modern berukuran dua kali lebih besar dari ayam periode abad pertengahan. Ayam masa kini telah dibesarkan untuk satu hal: penambahan berat badan yang cepat.
Peternak memberi makan di sentra peternakan ayam buras jenis pedaging di Tulungagung, Jawa Timur.
Pertumbuhan ayam dipercepat pada paruh kedua abad ke-20. Ayam broiler modern naik berat badannya lima kali lebih cepat daripada ayam pedaging pada 1950-an.
Hasilnya adalah hanya dalam waktu lima atau enam pekan mereka sudah siap disembelih. Bukti pertumbuhan luar biasa ini tersimpan dalam tulang mereka yang kurang padat dan sering berubah bentuk.
Bahkan jika ayam modern dibiarkan hidup sebulan lagi di peternakan, mereka akan mati karena sakit jantung atau kegagalan pernafasan. Ayam modern berada dalam bentuknya saat ini karena campur tangan manusia. Manusia telah mengubah gen mereka sehingga reseptor yang mengatur metabolisme mereka bermutasi. Artinya, ayam-ayam saat ini selalu lapar sehingga makan dan tumbuh lebih cepat.
Tidak hanya itu, seluruh siklus hidup mereka dikendalikan oleh teknologi manusia. Misalnya, ayam-ayam itu ditetaskan di pabrik-pabrik dengan suhu dan kelembaban yang dikontrol komputer.
Dari usia satu hari, mereka hidup di bawah lampu listrik untuk memaksimalkan jam dimana bisa mereka makan. Penyembelihan dengan mesin memungkinkan ribuan ayam diproses setiap jam.
Daging ayam di pasar tradisional.
Sapi, babi, dan domba yang diternakkan masing-masing berjumlah satu miliar atau lebih. Namun, ayam merupakan contoh paling mencolok dari biosfer modern.
Tulang-tulang mereka tersebar di seluruh lokasi tempat pembuangan sampah dan peternakan di seluruh dunia. Ayam menjadi simbol kuat bagaimana bumi dan biosfernya telah berubah dari keadaan pra-manusia menjadi planet yang didominasi manusia dan hewan peliharaan kita.
Meski manusia di Asia Tenggara selektif membiakkan ayam sejak sekitar 6.000 tahun yang lalu, kecepatan dan skala perubahan pada abad ke-20 jauh melampaui apa pun yang diamati di masa lalu.
Sejak 1950-an, populasi ayam meningkat sejalan dengan peningkatan populasi manusia, seperti penggunaan bahan bakar fosil, plastik, dan sumber daya lainnya. Sekarang hewan yang berumur pendek ini jumlahnya lebih banyak daripada spesies burung mana pun dalam sejarah bumi.
Bagaimana dengan masa depan? Saat ini, konsumsi ayam sedang meningkat. Dagingnya murah dan banyak manusia yang menghindari daging sapi dan babi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mereka.
Entah bagaimana kita harus beradaptasi dengan pertumbuhan populasi di dunia yang dipengaruhi oleh perubahan iklim. Tetapi, bisnis mungkin tidak masuk hitungan.
Seperti dilansir di Science Alert, Ahad (16/12), dalam sebuah langkah mengejutkan, produsen ayam terbesar di dunia, Tyson Foods and Perdue Farms saat ini berinvestasi dalam protein nabati. Apakah ini berarti era ayam bisa berakhir (secara geologis)?