Kamis 27 Dec 2018 17:55 WIB

Tsunami tak Selalu Diawali Surutnya Air Laut

Ada atau tidaknya fenomena 'air laut surut' bergantung pada sumber gempa.

Pesisir pantai Anyer, Banten pascabencana tsunami (24/12).
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Pesisir pantai Anyer, Banten pascabencana tsunami (24/12).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Peneliti LIPI, Danny Hilman Natawidjaja mengatakan tsunami tidak harus didahului dengan air laut surut yang selama ini dipahami kebanyakan orang. Hal ini diketahui setelah dilakukan penelitian pada 2012 oleh Program Riset Bencana Alam, Puslit Geoteknologi LIPI.

Berdasarkan riset yang dilakukannya, ada dua rekomendasi utama yang disampaikan. Pertama, masyarakat harus segera mengungsi dari daerah pesisir pantai ke tempat yang tinggi kalau merasakan gempa yang kuat atau berlangsung lebih dari satu menit. Masyarakat seharusnya tidak menunggu peringatan yang mungkin tidak datang. Rekomendasi kedua, masyarakat seharusnya tidak pergi ke laut atau sungai untuk mengamatai permukaannya. Karena, menurut Danny, kadang-kadang tsunami besar datang tanpa air laut surut sebelumnya.

"Dan kalau air laut surut pun, berarti tsunami akan datang dalam beberapa menit saja," katanya, Kamis (27/12).

Danny menjelaskan bahwa ada atau tidaknya fenomena 'air laut surut' bergantung pada sumber gempa. Ia mencontohkan Sumatra Barat, ada dua ancaman gempa bumi yang bersumber di laut yakni Zona Megatrust yang berada di sebelah barat Kepulauan Mentawai dan zona Backthrust Mentawai yang berada di antara Kepulauan Mentawai dan Sumatra daratan (sebelah timur Mentawai).

"Yang didahului laut surut kalau sumber gempa Megathrust. Kalau itu yang pecah, maka yang pertama terjadi laut akan tersedot dulu ke bawah sebelum akhirnya membal ke daratan. Namun sumber gempa di mentawai tak hanya itu, ada juga di antara Siberut dan Padang (Bakcthrust Mentawai). Itu akan langsung hantam daratan dan lebih cepat," jelas Danny panjang lebar.

Menurut analisis yang pernah dilakukan Danny bersama peneliti lainnya yakni Kerry Sieh, Jamie McCaughley, dan Ashar Lubis, menyebutkan bahwa gempa bumi yang bersumber dari Zona Megathrust akan jauh lebih merusak ketimbang gempa yang bersumber dari Backthrust Mentawai. Gempa dari Megathrust bisa mencapai magnitudo 8,8 Skala Richter (SR), sementara gempa dari Backthrust Mentawai diperkirakan tak akan lebih dari 8 SR.

"Dengan ancaman ini, saya minta Pemprov Sumbar jangan melempem lakukan mitigasi bencana dan simulasi evekuasi. Sejak 2005 sempat giat, makin ke sini terlihat makin melempem. Jangan-jangan orang sudah lupa jalur evakuasi ke mana," katanya.

Isu soal ancaman tsunami memang sudah sering didengar masyarakat Sumatra Barat. Namun Danny mengingatkan Pemprov Sumbar untuk tak lengah melakukan edukasi terkait bencana. Ia menyampaikan, masyarakat di pesisir Sumbar punya waktu sekitar 30 menit untuk mengevakuasi diri ke tempat lebih tinggi bila gempa besar terjadi di Megathrust.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement