Rabu 30 Jan 2019 17:54 WIB

Alasan Tidur Jadi Penghilang Sakit Terbaik

Kurangnya tidur merusak mekanisme alami otak menghilangkan rasa sakit.

Rep: Santi Sopia/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di Amerika Serikat, lebih dari 20 persen populasi atau sekitar 50 juta orang dewasa hidup dengan rasa sakit kronis. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) melaporkan, rata-rata sekitar 130 orang di AS meninggal akibat overdosis opioid setiap hari.

Satu dari tiga orang dewasa di Amerika Serikat atau 35 persen dari populasi orang dewasa mengalami kekurangan tidur. Efek dari kurang tidur pada otak sangat banyak, mulai dari menginduksi keadaan gangguan kognitif, seperti mabuk sampai menghambat kemampuan belajar dan membentuk ingatan baru.

Ternyata, kurangnya tidur merusak mekanisme alami otak menghilangkan rasa sakit. Penelitian baru yang diterbitkan dalam Journal of Neuroscience, menemukan kurang tidur meningkatkan kepekaan terhadap rasa sakit dengan mematikan rasa sakit pada otak. Menurut sebuah studi barum, tidur mungkin menjadi kunci untuk menghilangkan rasa sakit kronis.

Penelitian baru tersebut menyoroti efek neurologis lain dari kurang tidur, yakni meningkatnya kepekaan terhadap rasa sakit. Seorang profesor ilmu saraf dan psikologi di University of California di Berkeley, Matthew Walker melakukan penelitian bersama dengan kandidat doktoral Adam Krause terkait bagaimana kurang tidur mempengaruhi sensitivitas nyeri.

Walker dan Krause menginduksi rasa sakit pada 24 partisipan studi muda yang sehat dengan mengoleskan rasa panas pada kaki mereka. Ketika mereka melakukan itu, para ilmuwan memindai otak para partisipan, memeriksa sirkuit yang memproses rasa sakit.

Para peserta tidak memiliki masalah tidur atau gangguan yang berhubungan dengan rasa sakit pada awal penelitian. Para ilmuwan mulai merekam ambang rasa sakit masing-masing peserta setelah tidur nyenyak dengan memindai otak mereka dengan mesin MRI fungsional sambil menerapkan peningkatan tingkat panas pada kulit peserta.

Setelah para ilmuwan menetapkan ambang rasa sakit tersebut, mereka mengulangi prosedur tersebut setelah malam tidak tidur. "Di seluruh kelompok, (peserta) merasa tidak nyaman pada suhu yang lebih rendah, yang menunjukkan kepekaan mereka sendiri terhadap rasa sakit meningkat setelah kurang tidur," kata Krause, penulis utama studi tersebut.

Cederanya sama, tetapi perbedaannya adalah bagaimana otak menilai rasa sakit tanpa tidur yang cukup. Para peneliti menemukan korteks somatosensori otak, sebuah wilayah yang terkait dengan sensitivitas nyeri menjadi hiperaktif ketika partisipan tidak cukup tidur. Ini mengkonfirmasi hipotesis kurang tidur akan mengganggu sirkuit saraf pemrosesan nyeri.

Namun, penemuan yang mengejutkan adalah bahwa aktivitas di nucleus accumbens otak lebih rendah dari biasanya setelah malam tanpa tidur. Nukleus accumbens melepaskan neurotransmitter dopamin, yang meningkatkan kesenangan dan mengurangi rasa sakit.

"Kurang tidur tidak hanya memperkuat daerah penginderaan rasa sakit di otak tetapi juga memblokir pusat analgesia alami," jelas Prof Walker.

Akhirnya, para peneliti menemukan insula otak, yang menilai sinyal rasa sakit dan menyiapkan reaksi tubuh terhadap rasa sakit, juga kurang aktif. "Jadi tidur menjadi obat penghilang rasa sakit alami bagi tubuh," kata Krause.

Tidur adalah analgesik alami

Untuk mereplikasi temuan mereka, para peneliti juga melakukan survei terhadap lebih dari 230 orang dewasa yang terdaftar di pasar daring Mechanical Turk di Amazon. Para peserta melaporkan pola tidur dan tingkat kepekaan nyeri mereka selama beberapa hari.

Para ilmuwan menemukan perubahan terkecil dalam pola tidur partisipan berkorelasi dengan perubahan sensitivitas nyeri. "Hasilnya jelas menunjukkan perubahan dalam tidur malam memiliki dampak yang jelas pada beban rasa sakit hari berikutnya," kata Krause.

Walker mengomentari temuan tersebut dan mencatat kesimpulan optimistis tidur adalah analgesik alami yang dapat membantu mengelola dan mengurangi rasa sakit. Namun ironisnya, kata dia, seringkali bangsal rumah sakit yang bising menjadi gangguan dalam menciptakan tidur nyaman pasien.

Temuan menunjukkan kesehatan pasien bisa membaik secara signifikan jika tempat tidur rumah sakit dibersihkan lebih cepat. Selain itu, tidur pasien lebih nyaman jika tanpa suara-suara mengganggu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement