Senin 25 Mar 2019 08:47 WIB

Glitter, Kemilau yang Jadi Ancaman Serius bagi Lingkungan

Sepertiga ikan di Laut Utara mengandung partikel mikroplastik, termasuk dari glitter.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
Belah bagian rambut dan taburi bubuk glitter untuk mendapat tampilan paling banyak dibicarakan di media sosial Korea.
Foto: dok Koreaboo
Belah bagian rambut dan taburi bubuk glitter untuk mendapat tampilan paling banyak dibicarakan di media sosial Korea.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Glitter tak hanya ada pada kosmetik mata dan cat kuku. Kerlap-kerlip glitter juga banyak digunakan dalam beragam produk aksesori, termasuk casing ponsel, mainan anak, hingga perhiasan.

Benda berkilauan itu ternyata dapat menimbulkan ancaman serius bagi lingkungan, mengingat kandungan plastiknya. Mayoritas produk glitter terbuat dari plastik dan ukuran partikelnya yang kecil dapat berbahaya bagi lingkungan, terutama di lautan.

Tak heran jika pada bulan Agustus 2018, 61 festival musik Inggris berkomitmen untuk melarang pengunjung mengenakan glitter. Sekarang, juru kampanye lingkungan di Inggris mendesak penjual untuk berhenti menjual produk yang mengandung glitter.

Grup kampanye 38 Degrees telah meluncurkan petisi yang mendesak larangan penjualan glitter.  Surat itu ditulis oleh aktivis Peter Roberts.

Dia mengutip sebuah studi baru-baru ini yang dipimpin oleh Profesor Richard Thompson yang menemukan sepertiga ikan di Laut Utara mengandung partikel mikroplastik. Untuk itu, para pegiat bersikeras mendesak agar pengecer bertindak cukup cepat untuk memerangi masalah tersebut.

"Glitter mungkin terlihat indah tetapi karena plastik, limbahnya itu melekat lama di perut ikan dan burung," jelas David dari 38 Degrees.

“Beberapa supermarket besar bergerak untuk melarang mikroplastik berbahaya ini, tetapi publik Inggris jelas menginginkan supermarket bergerak lebih cepat untuk mengatasi sampah plastik,” ujar dia seperti dikutip Independent, Senin (25/3).

Di tahun-tahun sebelumnya, para ilmuwan juga telah menyerukan larangan glitter. Pada bulan November 2017, Dr Trisia Farrelly, seorang antropolog lingkungan di Massey University, mengatakan bahwa dia berpikir semua glitter harus dilarang "karena ini adalah mikroplastik".

"Ketika orang berpikir tentang glitter, mereka memikirkan glitter pesta dan pakaian, tapi glitter juga termasuk glitter kosmetik, jenis yang lebih sehari-hari yang orang tidak pikirkan,” kata Farrely.

Beberapa produk sabun mandi cair, misalnya, mengandung glitter. Namun, ada cara ramah lingkungan untuk menghasilkan produk serupa yang sama-sama menyenangkan secara estetika. Contohnya, dengan mengubah bahan baku glitter dengan mika alami.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement