REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti menemukan bakteri kemungkinan kontribusi dalam meningkatkan perubahan iklim pada planet bumi. Penelitian yang diterbitkan di Nature Communications itu menunjukkan, bakteri dan organisme yang disebut archaea dapat meningkatkan perubahan iklim pada kecepatan yang lebih cepat.
Dilansir di laman science daily, Rabu (13/11), pemanasan oleh bakteri dan archaea tersebut dapat lebih cepat daripada yang disarankan oleh model saat ini. Kedua jenis organisme tersebut melakukannya dengan melepaskan lebih banyak karbon saat suhu global meningkat.
Penelitian ini dilakukan oleh para ilmuwan dari Imperial College. Temuan ini dapat membantu menginformasikan model yang lebih akurat tentang pemanasan iklim di masa depan.
Bakteri dan archaea, secara kolektif dikenal sebagai prokariota. Jumlah mereka ada di setiap benua dan membentuk sekitar setengah dari biomassa global, yaitu berat total semua organisme di Bumi.
Sebagian besar prokariota melakukan respirasi yang menggunakan energi dan melepaskan karbon dioksida, seperti yang kita lakukan ketika kita bernapas. Jumlah karbon dioksida yang dilepaskan selama periode waktu tertentu itu, tergantung pada laju respirasi prokariota. Hal ini dapat berubah sebagai respons terhadap suhu.
Namun, hubungan yang tepat antara suhu, laju respirasi, dan output karbon, tidaklaj pasti. Sekarang, dengan menyatukan basis data perubahan laju respirasi menurut suhu dari 482 prokariota, para peneliti telah menemukan mayoritas akan meningkatkan output karbon mereka.
Respons itu muncul dari prokariotik dalam menanggapi suhu yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya.
"Dalam jangka pendek, dalam skala hari ke jam, prokariota individu akan meningkatkan metabolisme mereka dan menghasilkan lebih banyak karbon dioksida. Namun, masih ada yang maksimal suhu di mana metabolisme mereka menjadi tidak efisien," kata peneliti utama dari Departemen Ilmu Kehidupan di Imperial, Dr Samraat Pawar.
Sementara, dalam jangka panjang, selama bertahun-tahun, komunitas prokariota akan berevolusi menjadi lebih efisien pada suhu yang lebih tinggi. Hal itu yang memungkinkan prokariota lebih meningkatkan metabolisme dan hasil karbon mereka.
Oleh sebab itu, kenaikan suhu menyebabkan efek kejadian yang tak diharapkan menjadi berlipat ganda pada banyak komunitas prokariota. Efek itu berupa kemungkinan mereka berfungsi lebih efisien baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Mereka juga kemungkinan akan menciptakan kontribusi yang lebih besar untuk karbon dan suhu yang dihasilkan.
Para peneliti menyusun dampak prokariota terhadap perubahan suhu dari seluruh dunia dan dalam semua kondisi yang berbeda. Mereka meneliti dampak itu di danau Antartika asin di bawah 0 derajat Celcius, hingga kolam termal di atas 120 derajat Celcius.
Mereka menemukan bahwa prokariota yang biasanya beroperasi dalam kisaran suhu sedang, yaitu di bawah 45 derajat Celcius, menunjukkan respons yang kuat terhadap perubahan suhu. Selain itu, juga meningkatkan respirasi mereka baik dalam jangka pendek yaitu dari hari ke pekan dan jangka panjang dari bulan ke tahun.
Sementara, prokariota yang beroperasi pada kisaran suhu yang lebih tinggi di atas 45 derajat Celcius, tidak menunjukkan respons demikian. Akan tetapi hal ini dikarenakan prokariotik beroperasi pada suhu setinggi itu dan mereka tidak mungkin terkena dampak perubahan iklim.