REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kajian awal yang dilakukan Kepala Seksi Program dan Jasa Teknologi Balai Teknologi Infrastruktur dan Dinamika Pantai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko menunjukkan gempa Maluku dengan magnitudo (M) 7,1 memiliki energi yang ekuivalen dengan 30-40 kali bom Hiroshima. Widjo mengatakan area patahan gempa Maluku berkekuatan M 7,1 yang terjadi pada Kamis (14/11), pukul 23.17 WIB, mencapai 45x20 kilometer persegi (km2).
“Dengan energi ekuivalen 30-40 kali Hiroshima Nucleare Bom. Dan ada dislokasi 0,8-1 meter, selain berpotensi Smong (gelombang laut setelah gempa) kecil atau minor,” katanya menjelaskan potensi gempa, Jumat (15/11).
Ia juga mengatakan deformasi vertikal dari patahan gempanya kecil, sehingga membuat guncangan menjadi kecil. Episentrum gempa Maluku Utara jauh dari rumah-rumah penduduk karena berada di tengah laut.
Selain itu ia mengatakan pusat gempa tersebut relatif dalam, tepatnya di kedalaman 73 kilometer (km). Ini yang membedakan dampak gempa M5,3 yang terjadi di Buleleng, Bali, yang merusak banyak fasilitas dan bangunan dibandingkan dengan gempa Maluku magnitudo 7,1 yang tidak terlalu berdampak pada bangunan.
Belajar dari alam, karakter Lindu-Smong di zona ini perlu didukung dengan instruksi/nearfield event, EWS/sirine dan evakuasi secara mandiri.
Selain itu terkait mitigasi bencana gempa Maluku, Widjo Kongko mengatakan kapasitas otoritas dan publik perlu secara radikal ditingkatkan. Kearifan lokal seperti rumah bakancing atau rumah tahan gempa lainnya perlu dibudayakan lagi.
Gempa yang terjadi pukul 23:17:43 WIB tersebut berada di lokasi 1.67 LU, 126.39 BT atau kira-kira 137 kilometer Barat Laut Jailolo-Maluku Utara pada kedalaman 73 kilometer. Gempa tersebut dirasakan IV-V MMI di Kota Bitung, Kota Manado dan Ternate, II MMI di Buol, Sulawesi Tengah.