Rabu 22 Jan 2020 15:09 WIB

Setengah Produksi Pangan Dunia Sebabkan Kerusakan Lingkungan

Produksi pangan belum memenuhi prinsip berkelanjutan.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi penanaman benih pertanian
Ilustrasi penanaman benih pertanian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi baru dari Institut Potsdam dalam Penelitian Dampak Iklim, menunjukkan hampir setengah dari proses produksi pangan dunia telah merusak lingkungan. Menurut perhitungan teknik pertanian yang digunakan saat ini, hanya mampu memenuhi pangan sekitar 3,4 milliar orang secara global.

Sementara, jumlah populasi dunia saat ini mencapai 7,7 milliar orang. Perhitungan angka populasi itu menggunakan target 2,355 kkal per orang per hari.

Baca Juga

“Manusia telah menggunakan terlalu banyak tanah untuk tanaman dan ternak, pemupukan terlalu banyak, dan mengairi terlalu luas,” kata kepala peneliti studi baru ini, Dieter Gerten.

Dunia sedang dihadapkan dengan populasi yang masih terus berkembang. Alhasil, manusia perlu memikirkan kembali cara memproduksi makanan, dengan teknik pertanian yang tidak merusak bumi.

Menurut sebuah laporan di New Scientist, ada empat penyebab kerusakan alam akibat melampaui batasan lingkungan. Pertama adalah meluapnya pupuk berbasis nitrogen, yang dapat merembes ke air tanah atau mengalir ke sungai dan danau. Ini dapat menciptakan zona mati, yang membunuh populasi ikan dan kehidupan air lainnya yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

Kedua, teknik pertanian saat ini juga melampaui batas penggunaan air tawar, yang merendahkan sistem sungai global. Sebanyak seperempatnya tidak mengalir ke laut setidaknya selama beberapa tahun ke belakang.

Ketiga, petani terlalu agresif dalam menggunakan deforestasi untuk membuka lahan pertanian baru. Hal ini berkontribusi terjadinya erosi tanah dan hilangnya nutrisi.

Keempat, terlalu banyak lahan pertanian telah mengalami penurunan keanekaragaman hayati melewati tingkat yang semestinya. Hal ini menghambat kemampuan alam untuk mengatur ekosistemnya sendiri. Di sisi lain turunnya keanakeragaman hayati menciptakan ketidakseimbangan dalam populasi hama.

Dengan menggunakan perhitungan yang kompleks, para peneliti merekomendasikan serangkaian perubahan pada pendekatan pertanian saat ini, agar tidak terlalu merusak iklim. Di daerah pertanian dimana lima persen atau lebih spesies lokal terancam punah, para peneliti merekomendasikan untuk membangun kembali wilayah pertanian dan pindah ke tempat lain.

Mereka juga merekomendasikan reboisasi lahan pertanian dimana 85 persen atau lebih hutan tropis telah ditebang. Pupuk berbasis nitrogen harus dihindari, tidak secara universal, tetapi di daerah dimana limpasan telah menyebabkan peningkatan kadar nitrogen di badan air terdekat.

Dengan mengamati perubahan kecil ini, mereka memperkirakan kebutuhan pangan populasi 7,8 milliar orang dapat didukung dengan cara yang ramah lingkungan. Dengan membatasi limbah makanan dan mengubah pola makan dari protein hewani menjadi protein nabati, dapat diperkirakan kebutuhan pangan bisa memenuhi hingga 10,2 milliar orang.

“Ketika melihat status planet Bumi dan pengaruh praktik pertanian global saat ini, ada banyak alasan untuk khawatir. Tapi juga banyak alasan untuk melihat harapan (jika manusia bersama-sama bertindak tegas ubah teknik pertanian dengan segera),” kata Gerten.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement