REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lubang hitam dikenal sebagai horizon peristiwa yang umumnya dianggap sebagai titik tanpa kembali. Menurut teori relativitas umum Eisntein, lubang hitam memiliki cakrawala peristiwa yang halus dan terdefinisi dengan rapi.
Di sisi luar, informasi fisik mungkin bisa lepas dari tarikan gravitasi lubang hitam. Namun begitu melintasi horizon, maka informasi fisik tersebut seperti tertelan.
Seorang profesor fisika dan astronomi di University of Waterloo, Niayesh Afshordi mengatakan itu adalah pemahaman para ilmuwan untuk waktu yang lama.
Fisikawan Stephen Hawking menggunakan mekanika kuantum untuk memprediksi partikel-partikel kuantum perlahan-lahan akan bocor keluar dari lubang hitam, yang sekarang disebut radiasi Hawking.
Pada 1970-an, Hawking mengusulkan lubang hitam tidak benar-benar 'hitam'. Alasannya karena mekanika kuantum, lubang hitam sebenarnya memancarkan sejumlah kecil radiasi benda hitam dan karenanya memiliki suhu yang tidak nol.
Radiasi Hawking menunjukkan lubang hitam sebenarnya dikelilingi kuantum 'bulu halus' yang terdiri dari partikel yang lolos dari tarikan gravitasi. Pandangan tersebut bertentangan dengan pandangan Einstein.
Studi baru dari Niayesh Afshordi dan rekannya Jahed Abedi membuktikan apa yang dikatakan Hawking. Mereka menangkap sinyal yang kemudian mereka sebut sebagai gelombang gravitasi 'gema'. Analisis mereka menggunakan data yang dikumpulkan dari detektor pengumpul gelombang gravitasi LIGO dan Virgo, yang pertama kali terdeteksi pada 2015.
“Jika 'bulu halus' bertanggung jawab atas radiasi Hawking memang ada di sekitar lubang hitam, gelombang gravitasi dapat memantul darinya, yang akan menciptakan sinyal gelombang gravitasi yang lebih kecil setelah peristiwa tumbukan gravitasi utama, mirip dengan pengulangan gema,” kata Afshordi, kepada Live Science, Selasa (28/1).
Para ilmuwan telah lama mempelajari lubang hitam dalam upaya untuk lebih memahami hukum-hukum fisika dasar alam semesta, terutama sejak diperkenalkannya radiasi Hawking. Sifat lubang hitam tetap menjadi misteri.
Jika dikonfirmasi, penemuan baru-baru ini dapat membantu para ilmuwan lebih baik menggabungkan kedua model alam semesta ini. Tetapi, beberapa peneliti skeptis dengan temuan baru-baru ini.
“Ini bukan klaim pertama dari sifat yang berasal dari grup ini. Sayangnya kelompok lain tidak dapat mereproduksi hasil mereka, dan bukan karena kurang berusaha,” ujar astrofisika di MIT, Maximiliano Isi.
Isi mencatat makalah lain memeriksa data yang sama. Isi mengungkapkan hasilnya masih tentatif, karena ada kemungkinan yang sangat kecil bahwa apa yang dilihat adalah kebisingan acak di detektor.
“Sekarang para ilmuwan tahu apa yang kami cari, kami dapat mencari lebih banyak contoh dan memiliki konfirmasi yang lebih kuat dari sinyal-sinyal ini. Konfirmasi semacam itu akan menjadi penyelidikan langsung pertama dari struktur kuantum ruang waktu,” katanya.