REPUBLIKA.CO.ID, Valkyrie ialah pesawat yang hadir berdekade lebih awal dari waktunya. Pesawat pengebom ini bahkan direncanakan menjadi pesawat bertenaga nuklir pertama di dunia.
Pentagon sejak lama ingin menggantikan pengebom strategis jarak jauh AS, B-52 pada tahun 1950-an, untuk memperluas jangkauan senjata nuklir. Pengganti diharapkan dapat menjelajah pada ketinggian ekstrim, mengangkut bom nuklir dan bertahan di udara dalam periode lama.
Pesawat itu juga harus memiliki kecepatan super untuk menghindari cegatan pesawat tempur, ancaman utama pengebom jarak jauh masa itu. Mengingat tak seorang pun berpikir mesin jet biasa dapat memproduksi tenaga cukup efisien untuk memenuhi permintaan itu, riset awal pun telah memfokuskan pada pemasangan reaktor nuklir.
Ini bukan sekedar rencana hipotesis-- sebuah pesawat Convair B-36 Peacemaker pernah dilengkapi dengan reaktor nuklir yang berfungsi dan terbang dalam beberapa kali misi uji coba di pertengahan 1950-an. Sebuah lempengan besar memisahkan reaktor dari kompartemen kru dan bagian kokpit digarisi dengan timbal.
Saat itu uji coba dilakukan terutama untuk memastikan efek radiasi pesawat dan kemampuan perisai yang melindungi para kru, namun B-36 tidak benar-benar didorong dengan tenaga reaktor. Soviet saat itu juga melakukan program serupa menggunakan pesawat Tupolev Tu-119.
Lalu, hadirlah dokumen desain awal untuk pesawat yang akhirnya akan menjadi XB-70, disebut sebagai pesawat yang menggunakan daya nuklir. Cabang riset saat itu berakhir buntu, sebagian karena biaya desain dan riset yang luar biasa tinggi. Alasan lain karena seseorang telah mengatakan bahwa menempatkan reaktor nuklir dalam pesawat militer adalah resep dari risiko bencana mengerikan.
Ide Supersonik
Namun, tanpa daya nuklir, bagaimana pesawat berukuran besar dapat begerak cepat dengan mengangkut bahan bakar yang cukup untuk misinya? Setelah menghilangkan opsi tanki tambahan masif yang diisi oleh bahan bakar diperkaya boron, pakar rekayasa teknik dari Penerbangan Amerika Utara datang dengan ide cerdas: menggunakan efek aerodinamis dari kecepatan supersonik.
Ide kunci disebut pengangkatan terkompresi. Gelombang kejut yang membentuk di tepi permukaan pesawat supersonik itulah yang mengangkat pesawat ke atas, dengan syarat bila bentuk tubuh didesain benar. Terutama pada ketinggian ekstrim, di mana udara begitu tipis, sistem tersebut sangat meningkatkan efisiensi.
Desain akhir Valkyrie menggunakan kait sayap besar yang dapat dilipat setengahnya untuk membentuk 'saluran' di bawah rangka sayap. Saluran itu menghubungan dan fokus pada gelombang kejut. Hasilnya, pesawat dapat meluncur pada kecepatan Mach 3 (3675.132 km/jam) menuju target dan masih punya cukup persediaan bahan bakar untuk kembali pulang.
Sekilas, Valkyrie, tidak terlihat seperti pesawat yang dikembangkan pada akhir 1950-an dan awal !960-an. Bentuk sayap delta (segitiga memanjang), sirip depan yang panjang ke depan dan badan ramping, lebih akrab dengan desain 1980-an atau 1990-an.
Faktanya, ketika pesawat dengan desain berbentuk macam tadi memungkinkan terbang, pakar masih harus menemukan atau mengembngkan materi yang bisa bertahan dengan kinerja super tadi.
Saat itu mereka tidak memiliki komposit serat karbon canggih yang bisa digunakan. Alih-alih tubuh Valkyrie dibuat dari baja stainless. Sebuah kulit tipis menutupi lapisan sarang lebah, yang tak hanya kuat, tetapi juga berfungsi menghilangkan panas tinggi yang dihasilkan dari penerbangan supersonik. Beberapa permukaan juga menggunakan alumunium khusus yang dikenal René 41.
Kisah tak Berakhir Bahagia
Dua Valkyrie dirakit dan diuji coba secara mendalam sepanjang 1960-an. Sayangnya, inovasi teknologi lain tak mengabsahkan alasan Valkyrie untuk hadir. Saat itu alasan pesawat pencegat bukan lagi ancaman utama pesawat pengebom. Rudal jelajah berhulu ledak masih cukup efektif untuk menggagalkan pesawat di ketinggian ekstrim.
Alasan lain, Pentagon tidak lagi membutuhkan pengebom jarak jauh untuk mengantarkan senjata nuklir. Mereka memiliki intercontinental ballistic missile (rudal jelajah antar benua/ICBM) yang melakukan pekerjaan kotor tersebut. Karena itu, XB-70 tidak pernah masuk rumah produksi.
,
Sebuah peristiwa menambah akhir tidak bahagia dalam kisah Valkyrie. Pada 1966 dalam sesi pemotretan di udara menyusul sebuah uji coba penerbangan, sebuah F-104 tak sengaja memotong sayap kanan XB-70 No.2. Pesawat tempur itu berguling di atas Valkyrie, merusak kedua sayap dan penstabil vertikal sebelum meledak. Valkyrie kehilangan kontrol dan jatuh memutar mendatar.
Sang pilot, Al White, berhasil melontarkan diri namun terluka parah, sementara co-pilot Carl Cross meninggal. Pilot F-104 juga tewas dalam insiden tersebut. Peristiwa itu membuat XB-70 Valkyrie menjadi satu-satunya jenis tersisa. Bila anda berkesempatan menginjak daratan AS, anda bisa mengunjungi prototipe yang tak pernah diproduksi itu dalam Museum Nasional Angkatan Udara AS, dekat Dayton, Ohio.