REPUBLIKA.CO.ID,Misteri alam raya setahap demi setahap tersingkap. Para ilmuwan menyatakan ledakan besar yang dikenal Big Bang ternyata terjadi 13,8 miliar tahun lalu.
Angka ini menunjukkan, kejadian dahsyat itu berlangsung 100 juta tahun lebih awal dibandingkan dugaan semula. Dengan demikian, umur semesta lebih tua daripada yang diperkirakan sebelumnya. Perkembangannya pun lebih lamban.
Pengamatan mendalam terhadap radiasi yang terjadi dari pembentukan semesta, menuntun pada kesimpulan tersebut. Ini adalah hasil awal analisis data yang dikumpulkan pesawat Planck milik Badan Antariksa Eropa (ESA). Data dari Planck berisi informasi perinci mengenai radiasi yang tersebar di seluruh semesta.
Radiasi semacam itu pertama kali terdeteksi pada 1964. Kemudian, badan antariksa Amerika Serikat (AS) memetakannya. Mereka mengerahkan dua pesawat angkasa, yaitu COBE pada 1989. Dua tahun kemudian, mereka menerbangkan pesawat lainnya bernama VMAP. Selanjutnya, Eropa mengandalkan Planck yang memiliki sensitivitas lebih tinggi.
Planck berhasil mengambil detail temperatur dalam beragam tingkatan. Mereka mengumpulkannya di sebuah entitas yang disebut microwave cosmic. Fluktuasi temperatur yang perbedaannya sekitar 100 jutaan derajat menunjukkan tingkat kepadatan wilayah angkasa. Tempat yang kemudian menjadi tempat bagi bintang-bintang dan galaksi yang menghiasi semesta.
Data Planck menggambarkan materi pembentuk bintang, galaksi, planet, dan benda-benda angkasa lainnya yang besarnya 4,9 persen dari semesta. Materi tak bercahaya yang dapat teridentifikasi melalui tarikan gravitasinya mencapai 26 persen. Angka ini seperlima lebih besar daripada hitungan yang ada sebelumnya.
Sedangkan, sisa bagian dari semesta adalah energi gelap. Sesuatu yang misterius dan kini diketahui sebagai kekuatan yang melawan gravitasi. Energi ini pula yang berperan penting dalam mempercepat laju perkembangan semesta. Data terbaru yang dipasok Planck menyebutkan, energi itu mencapai 69 persen dari semesta.