Jumat 10 May 2013 12:31 WIB

Studi: Air di Bulan dan Bumi Memiliki Kesamaan

Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Supermoon, kondisi di mana bulan purnama penuh akan terlihat lebih besar dan lebih terang ketimbang purnama lain, hingga mencolok saat berada di cakralawal
Foto: 9news.com
Supermoon, kondisi di mana bulan purnama penuh akan terlihat lebih besar dan lebih terang ketimbang purnama lain, hingga mencolok saat berada di cakralawal

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Air di Bulan dan di Bumi mungkin berasal dari tempat yang sama, sehingga ilmuwan pun mencuatkan pertanyaan mengenai proses pembentukan Bulan. Itulah hasil analisis baru atas bebatuan Bulan, yang diterbitkan di edisi daring jurnal Science, Kamis (9/5).

Bulan diduga terbentuk dari piringan puing yang tersisa ketika satu benda raksasa menghantam Bumi 4,5 juta tahun lalu. Para ilmuwan lama memperkirakan panas dari dampak sebesar itu akan mengakibatkan hidrogen dan anasir rentan lain mendidih di antariksa.

Berdasar dugaan itu berarti Bulan mulai kering sepenuhnya.

Hanya saja belum lama ini, pesawat antariksa AS dan penelitian baru mengenai sampel dari misi Apollo telah memperlihatkan Bulan sesungguhnya memiliki air, baik di permukaan maupun di bawahnya.

Alberto Saal, ahli geokimia di Brown University dan pemimpin peneliti studi tersebut, mengatakan "penjelasan paling sederhana" ialah ada air di proto-Bumi saat dampak raksasa itu terjadi.

"Sebagian air tersebut bertahan terhadap dampak itu, dan itu lah yang kita lihat di Bulan," kata Saal di dalam satu pernyataan sebagaimana dikutip Xinhua.

Untuk menemukan sumber air tersebut, Saal dan rekannya mengandalkan jejak kimia, jumlah deuterium dan hidrogen, isotop hidrogen dengan netron tambahan.

Para peneliti mendapati rasio deuterium-hidrogen pada sampel debu Bulan yang dibawa pulang oleh awak Apollo 15 dan 17 relatif rendah dan cocok dengan rasio yang ditemukan pada asteroid purba yang dijuluki carbonaceaus chondrites.

Meteorit itu berasal dari sabuk asteroid di dekat Jupiter dan diperkirakan termasuk di antara benda paling tua di dalam Sistem Tata Surya. Rasio itu juga serupa dengan yang ditemukan pada air di Bumi.

Para peneliti tersebut mengatakan jejak itu menyingkirkan hipotesa kemungkinan air di bebatuan Bulan berasal dari satu komet. Alasannya air komet cenderung memiliki rasio deuterium-hidrogen yang sangat tinggi.

"Pengukuran itu sendiri sangat sulit," kata Erik Hauri, penulis bersama studi tersebut di Carnegie Institution of Washington. "Namun data baru itu menyediakan bukti terbaik bahwa chondirte yang berisi karbon adalah sumber yang sama di Bumi dan Bulan, dan barangkali seluruh sistem bagi dalam Matahari."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement