REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Indonesia sangat potensial dalam pengembangan bioprospek (pangembangan biologi untuk ekonomi) berbagai jenis pandan.
Peneliti pandan dari Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Ary P Keim, mengatakan lemahnya tindak lanjut penelitian awal jadi salah satu kendala. Padahal, misi besar bioprospek pandan saat ini adalah temuan obat-obatan baru, seperti buah merah.
Dalam Simposium Internasional Flora Malesiana yang berlangsung 27-31 Agustus di Bogor, Ary juga memaparkan penelitian bioprospek pandan di Indonesia sudah berlangsung sejak 1743 oleh seorang arsitek Jerman bernama Georg Everhartus Rumphius. Papua bahkan diduga menjadi tempat asal pandan di seluruh dunia. ''Papua diduga merupakan 'tanah air' tumbuhan pandan sebelum menyebar ke seluruh daratan dunia,'' ungkap Ary.
Rhumpius dinilai menjadi orang yang berjasa bagi taksonomi pandan di Indonesia. Sebab Rumphius merupakan orang pertama yang mendeskripsikan pandan di Ambon, lengkap dengan gambarnya.
Rumphius jadi orang pertama yang melakukan eksplorasi di Indonesia. Tulisan Rumphius merupakan tulisan pertama tentang bioprospek dan menjadi dasar bagi Linnaeus mengembangkan klasifikasi tumbuhan. ''Saking berharganya informasi dari tulisan Rumphius, tulisannya disimpan dan baru diterbitkan 30 tahun setelah ia wafat oleh VOC,'' tutur Ary, Sabtu (31/8).
Untuk mencapai kemajuan penelitian bioprospek, langkah utamanya adalah eksplorasi. ''Eksplorasi akan membuat kita tahu apa yang kita miliki. Setelah tahu, kita harus fokus menggali potensi dan manfaat kekayaan kita,'' ujar Ary.
Sayangnya, para peneliti Indonesia terbatasi persoalan pendanaan, ketidak stabilan kondisi sosial wilayah, dan penyakit seperti malaria.