REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Populasi asli ubi jalar (Ipomoea batatas) Cilembu saat ini mengalami kemunduran, kata pakar bidang sumberdaya genetik tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Dr Agung Karuniawan ScAgr. "Karena itu dibutuhkan perbaikan karakter ubi cilembu yang saat ini mulai terpinggirkan oleh varietas lain yang mirip," katanya, di Jakarta, Rabu (27/8).
Ubi jalar asal Desa Cilembu Kecamatan Tanjungsari yang berada antara Bandung dan Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat itu, dikenal sebagai salah satu jenis ubi jalar yang paling populer, karena rasanya sangat manis sehingga ada yang menyebutnya ubi madu. Ubi jalar yang sangat populer itu sebenarnya berasal dari Desa Cilembu Kecamatan Pemulihan Kabupaten Sumedang.
Agung mengemukakan bahwa penyebab ubi cilembu populasi asli yang saat ini mengalami kemunduran, di antaranya karena kepekaan terhadap penyakit dan hama utama. Selain itu, kata dia, faktor penyebab lainnya juga karena masalah umur panen yang dalam, sehingga memerlukan campur tangan peneliti untuk dapat memberikan alternatif solusinya.
Peneliti sekaligus dosen ahli pemuliaan tanaman Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung itu menjelaskan bahwa pihaknya sudah menghasilkan beberapa kandidat ubi jalar tipe madu (cilembu) dengan aneka warna daging ubi yang saat ini sedang uji produktivitas di sentra penanaman ubi jalar maupun pengembagan di wilayah baru pada empat kabupaten di Jabar.
Riset terkini yang dilakukannya itu dibantu pendanaan oleh hibah kompetitf Dana Riset, Inovatif, Produktif (Rispro) dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). LPDP merupakan lembaga di bawah naungan tiga kementerian, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Kementerian Agama (Kemenag).
Dia juga membantu asosiasi petani ubi cilembu di Sumedang untuk melakukan perbaikan karakter ubi cilembu yang saat ini mulai terpinggirkan oleh varietas lain yang mirip. Sebagai peneliti pemuliaan tanaman (plant breeder), ia telah memulai riset ubi-ubian lokal dan underutilized crops (tanaman terabaikan) sejak tahun 2000 sampai sekarang.
Hingga kini, ia telah memiliki Hak Atas Kekayaan Intelektual-Perlindungan Varietas Tanaman (HKI-PVT) untuk lima varietas ubi jalar. "Semua kegiatan pemuliaan yang saya lakukan dengan ubu-ubian bertujuan untuk merakit varietas baru sumber pati alternatif beras," tambah Agung.
Alasannya, kata dia, karena kebutuhan pati di Indonesia sangat tinggi. Dia mengemukakan bahwa pati merupakan produk dasar atau antara untuk bahan industri makanan, kertas, plywood, pakan ternak, dan kosmetik serta farmasi.
Beragam jenis pati--baik kompleks dan sederhana--bisa dihasilkan dari pati ubi-ubian dimaksud, antara lain gula cair (dekstrin), glukosa, fruktosa, dan jenis lainnya yang diperlukan untuk industri makanan. Sedangkan untuk kegiatan pati industri dan produknya, ia telah bekerjasama dengan beberapa eksportir produk ubi jalar berupa pasta ubi dan stik ubi ke pasar Korea, Jepang serta Hong Kong. Jenis ubi ekspor itu, kata dia, berbeda dnegan jenis ubi untuk keperluan domestik seperti ubi cilembu.