Rabu 09 Jun 2010 20:30 WIB

Petani Digital, Why Not?

Lama Ditunggu : kehadiran telepon pedesaan telah lama ditunggu warga masyarakat
Foto: taufik rachman
Lama Ditunggu : kehadiran telepon pedesaan telah lama ditunggu warga masyarakat

REPUBLIKA.CO.ID,

Mbah Tasrif tampak grogi, ketika ia diminta menelepon anaknya yang berada di Kediri. Bahkan pensiunan guru SD berusia 80-an tahun ini sempat bengong, setelah teleponnya tersambung. Ia bingung mau berbicara apa. Setelah diingatkan, baru mbah Tasrif berbicara.

Menelepon, boleh jadi pengalaman pertama warga desa Ranupane ini. Desa di kaki gunung Semeru ini baru terjamah telepon sekitar setahun lalu. Padahal keinginan memiliki telepon, kata mbah Tasrif, telah lama mengemuka. ''Sejak saya masih muda, kami berharap ada telepon di Ranupane,'' ujarnya.

Tak hanya warga Ranupane yang merindukan telepon. Warga Balabalakan, sebuah pulau kecil di tengah Selat Makassar, juga telah lama merindukan telepon. ''Lebih dari setengah abad kami semua menunggu telepon,'' kata Muhammad Albar, kepala desa Balabalakan. Kerinduan, boleh jadi juga dirasakan puluhan juta warga pedesaan lain.

Kerinduan itu telah terobati. Pemerintah melalui program Universal Service Obligation (USO) pada sekitar 30 ribu desa/titik yang belum terjangkau telepon. Dari program ini terpilih dua pemenang tender, yakni Telkomsel yang akan membangun 24 ribu titik, serta Icon Plus yang akan membangun 6 ribu desa/titik. Telkomsel telah menyelesaikan pekerjaan, sementara Icon Plus tengah menyelesaikan pekerjaan.

Telepon, bagi mbah Tasrif rupanya belum cukup. Interaksi dengan wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Ranupane, rupanya melahirkan impian lain bagi Mbah Tasrif, yakni internet. ''Kalau ada internet di Ranupane, desa ini akan jadi desa internasional,'' ujarnya. Pemikirannya sederhana saja. Kalau ada internet, banyak wisatawan manca negara memanfaatkan, Ranupanepun akan semakin dikenal dalam ranah pergaulan global.

Apalagi, kata mbah tasrif, banyak petani di Ranupane menanam sayuran untuk konsumsi ekspor. Telepon dan internet, dilukiskan Mbah tasrif akan membantu banyak petani Ranupane. Wajar, ketika bertemu dengan Basuki Yusuf Iskandar ( saat itu Dirjen Postel) dan Direktur Utama Telkomsel, Sarwoto Atmosutarno, mbah Tasrif menyinggung soal internet. ''Kan sudah bisa internetnya mbah. Nanti bisa dicoba di kelurahan,'' kata Basuki. Mendengar penjelasan Basuki, Mbah Tasrif spontan menyalami dan menyampaikan terima kasih kepada keduanya.

Kisah mbah Tasrif, boleh jadi menyadarkan kita semua bahwa telepon, juga internet, telah menjadi kebutuhan. Bukan hanya warga diperkotaan, namun juga wilayah pedesaan, bahkan didesa-desa terpencil atau terisolir. Banyak warga yang telah mengenal telepon seluler--bahkan ada yang memiliki--, sekalipun di desanya belum ada akses seluler.

Pemerintah sendiri berencana mengembangkan desa pinter atau desa punya internet, setelah seluruh desa terjangkau telepon. Sebagai pilot project dikembangkan 100 desa pinter, masing-masing tiga desa untuk setiap provinsi. Desa pinter ini ada di desa USO. Penyediaan sarana dan akses internet menjadi kewajiban pemenang tender USO. Salah satu desa pinter adalah desa Aruk yang berlokasi di perbatasan antara Kalimantan Barat-Malaysia, sekitar 2 kilometer dari pos lintas batas RI-Malaysia.

Di luar program USO, Telkomsel rupanya juga melakukan ekspansi jaringan ke pedesaan. ''Melalui Telkomsel Merah Putih, kami akan menyediakan akses telekomunikasi di pulau terluar, wilayah perbatasan, desa terpencil, desa terisolir dan kawasan bahari,'' kata Sarwoto. Hingga April 2010, setidaknya ada 299 titik yang telah terjangkau telepon melalui program Telkomsel Merah Putih, termasuk diantaranya 15 kapal penumpang milik PT Pelni. Singkatnya, telepon kini telah menjangkau seluruh populasi di Indonesia.

Dalam konteks pengembangan telekomunikasi pedesaan, kontribusi Telkomsel sebagai operator seluler memang tidak bisa dilepaskan begitu saja. Operator terbesar di Indonesia ini sejak tahun 2006 mengembangkan desain teknologi komunikasi untuk remote area. Teknologi ini dirancang untuk digelar di daerah yang belum tersedia aliran listrik, belum terjangkau jaringan serat optik, serta sulit mendapatkan sumber energi seperti solar.

Tim teknologi Telkomsel berhasil mengembangkan desain teknologi GSM berbasis Internet Protokol (GSM-IP) berkonsep remote solution system. Desain ini murah dari sisi biaya, simpel dalam perakitan dan perawatan, serta membutuhkan energi rendah. Desain teknologi ini yang kemudian diimplementasikan di daerah terpencil, terisolir dan kawasan bahari. Teknologi serupa diimplementasikan di sebagian desa USO.

GSM-IP secara teknis mendukung layanan telefoni dasar, seperti telepon, pesan singkat dan dukungan untuk aplikasi Java. Bahkan desain teknologi ini mendukung layanan data dan akses internet. Ini berarti secara teknis seluruh desa USO--yang infrastrukturnya disiapkan Telkomsel--,  bisa 'dikonversi' menjadi desa pinter dalam waktu singkat.

Lantas, setelah infrastruktur tersedia, apa yang harus dilakukan? Sehingga akses yang tersedia tidak hanya dimanfaatkan untuk berkomunikasi dan berinteraksi saja. Bila telepon hanya digunakan untuk komunikasi, ada kekhawatiran kehadiran telepon justru akan memicu terjadinya konsumerisme baru di masyarakat pedesaan. Ujung-ujungnya investasi besar yang telah dibenamkan--baik oleh pemerintah maupun operator--, tidak sia-sia. Ini, barangkali, pekerjaan rumah kita semua.

Ujung persoalan pada gilirannya adalah bagaimana memanfaatkan akses yang ada untuk kepentingan yang lebih luas lagi. Sehingga harapan telekomunikasi bisa menjadi driven bagi pembangunan pedesaan bisa diwujudkan. Banyak hal sebenarnya bisa dilakukan. GM Technical Support Area Spesifik Telkomsel, Bambang Utomo menyatakan program berbasis SMS bisa dikembangkan di desa USO. ''Memperhatikan kapasitas yang ada, termasuk trafik, program berbasis SMS bisa dikembangkan dan akan memberi manfaat banyak pihak,'' ujarnya.

Bambang menunjuk pengembangan data base pedesaan. ''Dengan SMS broadcast pemerintah bisa menghimpun data potensi desa, seperti produk unggulan, luas sawah, hasil panen,'' cerita Bambang. Masing-masing desa melaporkan dengan SMS pula. Data  skunder ini yang kemudian diolah, sehingga menjadi data 'matang' yang bisa dimanfaatkan banyak pihak. ''Di satu sisi pemerintah bisa mendapatkan data yang akurat dalam waktu singkat, disisi lain masyarakat pedesaan juga menginformasikan potensi apa yang mereka miliki dan bisa dikomersialkan,'' ujar Bambang.

Apa yang disampaikan Bambang, tampaknya sederhana. Namun apabila digarap sungguh-sungguh bisa menjadi satu data base nasional dengan akurasi tinggi. Sekadar contoh data mengenai luas lahan pertanian. Dengan pendekatan yang sama, Kementrian Pertanian bisa saja meminta data seluruh kepala desa berapa luas lahan pertanian di wilayahnya. Dengan panduan sederhana, kepala desa bisa memberikan laporan. Misalnya S 4000, artinya luas lahan sawah 4000 hektar. Berdasar laporan singkat ini, Kementrian Pertanian akan memiliki up date data luas lahan pertanian yang relatif akurat.

Berdasar data tersebut, Kementrian Pertanian bisa melakukan prediksi yang lebih baik lagi mengenai kebutuhan para petani, misalnya kebutuhan bibit dan pupuk, serta melakukan prediksi hasil panen. Dari titik pandang ini tergambar berbagai kemudahan. Misalnya soal distribusi bibit. Dari luas lahan bisa diprediksi kebutuhan dan persebarannya. Model distribusi bibit kepada kelompok tani yang dikembangkan Kementrian Pertanian bisa diperluas di seluruh wilayah.

Sekadar mengingatkan, Kementrian Pertanian melakukan distribusi bibit kepada kelompok tadi menggunakan kupon. Masing-masing kelompok petani mendapat jatah bibit yang bisa diambil secara bertahap atau keseluruhan, dengan menukarkan kupon yang dimiliki. Model ini bisa dikembangkan dengan menggunakan kartu yang dilengkapi chip --seperti kartu kredit--, serta electronic data capture (EDC) untuk transaksi. Dengan pendekatan ini, transaksi bisa dimonitor secara real time secara nasional, provinsi, kabupaten/kota atau kecamatan.

Pendekatan yang sama, tentu saja bisa diterapkan untuk distribusi pupuk. Masing-masing kelompok tani mendapat jatah minimal pupuk--dengan harga normal--, yang bisa diambil di sentra-sentra penjualan resmi. Dengan pendekatan ini, berapa kebutuhan pupuk, ketersediaan di lapangan, kelancaran distribusi, termasuk harga. Dengan demikian kelangkaan pupuk yang selalu terjadi di musim tanam, bisa dieliminir. Langkah ini sekaligus mencegah praktik spekulan, serta mengeliminir penyimpangan distribusi pupuk itu sendiri. Saat panen tiba, Kementrian Pertanian bisa memonitor langsung kondisi di lapangan. Hasil monitoring bisa dijadikan rujukan dalam pengambilan keputusan, apakah akan dilakukan operasi pasar atau tidak, agar harga gabah petani relatif stabil.

Teknologi informasi dan komunikasi tak selamanya rumit dan hanya bisa dinikmati kalangan tertentu. Bergantung pada bagaimana teknologi itu dikustomisasi, sehingga bisa digunakan oleh awam. Jangan lupa, dibanyak daerah kalangan petani telah mengenal konsep mobile wallet. Kustomisasi konsep mobile wallet--seperti dikembangkan Telkomsel Cash--, telah mengantarkan warga pedesaan pada transaksi moderen berbasis elektronik.

Petani digital--dalam pengertian yang sederhana-- ada di depan mata. Ada banyak pendekatan yang bisa dilakukan untuk membantu petani dan masyarakat pedesaan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Teknologi dan akses telah tersedia. Yang diperlukan sekarang adalah empati dan komitmen untuk membantu petani dan masyarakat pedesaan agar kesejahteraan mereka semakin meningkat, bukan semakin terpuruk seperti sekarang.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement