REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Indonesia diperkirakan kehilangan potensi sekitar Rp 40 triliun dalam lima tahun terakhir, karena lambat menggelar jaringan internet pita lebar (broadband), khususnya layanan serat optik ke rumah-rumah dan perkantoran bisnis.
"Setidaknya ada `opportunity lost` (potensi kerugian) sekitar Rp 40 triliun dari bisnis broadband di Indonesia," kata Executive Chairman Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Sumitro Roestam, pada acara Indonesia Broadband Award 2010, di Fx Plaza, Jakarta, Kamis.
Menurut Sumitro, jika akses broadband tersedia merata di tanah air, maka potensi bisnis dapat dihitung dari pertumbuhan ekonomi dikalikan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional setiap tahunnya.
Sementara itu, GM Business Development Indosat Mega Media (IM2), Hermanudin, mengatakan, infrastruktur broadband saat ini baru tergarap sekitar 30 persen. "Ini yang benar-benar sudah digunakan pelanggan," kata Hermanuddin.
Senada dengan itu, Group Head Product Development Mobile-8 Telecom, Sukaca Purwokardjono, menyatakan potensi pertumbuhan layanan broadband sangat menjanjikan.
Karena itu, sangat disayangkan jika pemerintah belum sepenuhnya memberi perhatian pembangunan broadband tidak mendapat perhatian khusus dari pemerintah.
"Kami tidak bisa sendirian, perlu dukungan penuh dari pemerintah. Industri membutuhkan kemitraan pemerintah," katanya.
Menurut catatan, Mobile-8 dan Smart Telecom memiliki 350.000 pelanggan broadband dengan nilai pendapatan rata-rata per pelanggan (ARPU) sebesar Rp80 ribu per bulan.