Jumat 07 Jun 2019 02:30 WIB

Panduan Melancong Saat Tempat Wisata Sedang Padat

Tempat wisata sedang padat, wisatawan harus pandai membawakan dirinya.

Rep: Eric Iskandarsjah Z/ Red: Reiny Dwinanda
Wisatawan menikmati suasana Pantai Kuta, Badung, Bali.
Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Wisatawan menikmati suasana Pantai Kuta, Badung, Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, MASSACHUSETTS — Sejumlah tempat wisata di dunia beberapa tahun belakangan ini mengalami kunjungan yang berlebihan atau overtourism. Museum Louvre di Paris, Prancis bahkan sempat tutup akibat terlalu membeludaknya pengunjung yang antre untuk melihat langsung lukisan Mona Lisa.

Sementara itu, di pegunungan Himalaya, pendaki prihatin puncak Gunung Everest sedang sangat sesak. Antusiasme pendaki telah membuat korban berjatuhan hingga mencapai level tertinggi sepanjang tahun.

Overtourism juga terjadi di perkotaan, seperti Barcelona, Spanyol dan Bali, Indonesia. Dilansir AP News pada Jumat (31/5), ada sejumlah tips untuk dapat menjadi wisatawan yang tidak menyebalkan. Tips yang sama bisa dipraktikkan saat libur Lebaran yang menjadi salah satu puncak keramaian tempat wisata.

Hormati lingkungan sekitar

Setiap destinasi biasanya merupakan lingkungan baru bagi seorang wisatawan. Namun harus diingat, daerah wisata itu adalah rumah bagi penduduk setempat. Sebagai tamu, turis juga harus menghormati lingkungan tersebut.

Pavia Rosati, pendiri jasa layanan wisata Fathom dan salah seorang penulis buku Travel Anywhere, mengingatkan wisatawan untuk memerhatikan busana yang dikenakan ketika menyambangi daerah tujuan wisata. Contohnya, saat berkunjung ke bangunan tradisional atau tempat ibadah, cobalah menghargai kesakralan tempat tersebut dengan menggunakan pakaian yang lebih tertutup.

Sementara itu, Joel Deichmann, profesor di Bentley University, Massachusetts, AS yang sering bepergian keluar negeri bersama mahasiswanya mengingatkan turis untuk sensitif membaca petunjuk dari warga lokal. Misalnya, saat menjadi penumpang bus atau kereta bawah tanah di Eropa, wisatawan sebaiknya tidak terlalu banyak bicara dan mengambil gambar. Karena, masyarakat Eropa biasanya menjadi penumpang yang anteng sambil membaca buku.

Deichmann juga mengingatkan agar wisatawan menjaga suaranya tetap pelan ketika berada di penginapan. Dengan begitu, mereka yang misalnya menyewa kamar lewat AirBnB tak akan menganggu orang yang tinggal di sebelah kamar.

Selfie dengan bijak

Di era ponsel kamera, orang terbiasa memotret apa saja. Namun, hindari menjepret orang-orang, anak-anak, dan rumah mereka.

Berhati-hatilah dalam mengambil gambar. Jangan sampai langkah kaki merusak taman, misalnya, hanya untuk mendapatkan sudut pengambilan gambar yang lebih bagus.

Pertimbangkan juga risikonya. Jika asal selfie tanpa memperhatikan sekitar, maka hal ini dapat merusak kontur alam dan dapat membahayakan nyawa wisatawan itu sendiri.

Sejumlah wisatawan harus kehilangan nyawa karena hal ini. Di Kaaterskill Falls, New York, sudah ada empat orang yang tewas karena ingin selfie yang dramatis, namun kurang berhati-hati.

Assistant Professor di University of Denver, Gia Nardini, mengatakan, pengalaman yang didapat wisatawan akan lebih kaya ketika mereka tak terlalu sibuk dengan kameranya. Di samping itu, membatasi diri juga dapat membantu mencegah terjadinya overtourism.

Berbagilah

Saat hendak bepergian, wisatawan disarankan untuk mencari informasi terkait kebutuhan dasar apa saja yang mungkin masih dibutuhkan oleh masyarakat sekitar di tempat wisata tersebut. Setelah itu, gunakan sebagian anggaran jalan-jalan untuk memberi hadiah bagi warga lokal.

Rosati, contohnya, membawakan pensil, krayon, dan kertas ketika bepergian menyusuri Sungai Amazon. Dia tahu anak-anak di sana membutuhkannya. Pulang dari situ, ia tak lupa membeli kerajinan lokal.

Sementara itu, Rachel Dodds selaku pendiri biro konsultansi Sustaining Tourism menyerukan agar turis menginap di hotel lokal ketimbang hotel jaringan internasional. Ia juga mengajak wisatawan untuk makan di restoran lokal.

"Sebisa mungkin, gunakan transportasi umum. Anda akan merasakan pengalaman yang lebih banyak," kata Dodds.

Belajar bahasa lokal

Hal sederhana ini dinilai cukup penting untuk membangun hubungan baik antara wisatawan dan penduduk sekitar. Tak perlu menguasai terlalu banyak kosa kata.

Cukup pelajari kata “tolong, terima kasih, ya dan tidak” dalam bahasa setempat. Selain untuk membangun chemistry dan kesan positif, hal ini juga membantu wisatawan untuk dapat merasakan sensasi pengalaman yang otentik.

Di samping itu, ketika lokasi liburan sedang sangat ramai, bersabarlah. Jangan sampai terpicu amarah. Berempatilah kepada petugas yang kewalahan.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement