Senin 24 Feb 2014 04:41 WIB

Masjid Pusdai, Modern tanpa Menepikan Unsur Lokalitas (1)

Red: Chairul Akhmad
Serambi Masjid Pusdai di Kota Bandung, Jawa Barat.
Foto: Republika/Edi Yusuf
Serambi Masjid Pusdai di Kota Bandung, Jawa Barat.

Oleh: Mohammad Akbar

Bentuk atap diadaptasi dari gaya bangunan tropis khas Sunda.

Unsur lokalitas bersinergi secara harmonis dengan nuansa Timur Tengah. Itulah tema utama dalam desain arsitektur Masjid Pusdai Bandung.

Masjid yang berada hanya sepelemparan batu dari Gedung Sate itu memberikan bukti bahwa akulturasi dua budaya mampu menghadirkan estetika dalam bangunan ibadah umat Islam.

Dirancang oleh guru besar arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB), Slamet Wirasonjaya, masjid ini secara jelas menampakkan upaya revitalisasi desain masjid modern yang tidak menghilangkan unsur budaya lokal.

Tak sekadar tempat untuk bersujud, melalui sentuhan guru besar arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB) itu, hadirlah sebuah upaya revitalisasi desain masjid yang modern tanpa menghilangkan unsur budaya lokal. Upaya revitalisasi ini tersirat jelas pada bentuk atap.  Masjid ini tak berkubah. Atapnya berbentuk limasan empat tumpang.

Taufiq Rahman, pengurus dari bagian informasi dan galeri Masjid Pusdai menjelaskan, bentuk atap masjid semacam itu merupakan gaya bangunan tropis khas Sunda. Sebagai bentuk revitalisasinya, atap limasan tadi diputar 90 derajat dari setiap tumpukannya.

Alhasil, jika melongok ke bagian atap masjid, akan terlihat tumpukan atap yang tak lagi tersusun sejajar layaknya Masjid Demak yang sarat nilai sejarah. Atap Masjid Pusdai pun kemudian lebih memperlihatkan bentuk yang bersudut-sudut.

Revitalisasi terhadap bentuk atap itu menghasilkan pemandangan yang memikat ketika berada di bagian dalam masjid. Ketika melihat langit-langit akan tersaji bentuk yang unik. ‘Pemutaran’ bagian atap itu menghasilkan semacam relung yang menghadirkan bentuk ruang diagonal di setiap sudutnya.

Susunan bagian langit-langit yang berbentuk diagonal itu juga diperkaya dengan adanya tiang. Dalam hal ini, tiang-tiang tersebut tersusun secara zig-zag dalam jarak sekitar 10 meter. Pembuatan tiang semacam ini, menurut Taufiq, merupakan salah satu keunikan yang ada di masjid ini.

Penyusunan secara zig-zag itu dilakukan dengan memancangkan tiang-tiang di bagian tengah pada setiap tiang balokan horizontal. Uniknya, tiang-tiang tersebut ternyata tidak langsung menyatu ke bagian atas.

''Struktur semacam ini memang cukup rumit. Tetapi, adanya tiang-tiang yang zig-zag tersebut memberikan kekuatan dalam menopang bangunan di atasnya,'' kata Taufiq yang juga menyandang gelar sarjana arsitektur ITB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement