TGB Jelaskan Orang Saleh Pewaris Masa Depan Bumi

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Ilham Tirta

Senin 19 Jun 2017 08:30 WIB

Gubernur NTB, TGH M Zainul Majdi memberikan ceramah tujuh menit seusai shalat duhur di Mesjid Persis di jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Bandung, Ahad (4/6). Selama dua hari ke depan, TGB akan melakukan safari dakwah ke sejumlah tempat di Kota Bandung. Foto: Republika/Fauzi Ridwan Gubernur NTB, TGH M Zainul Majdi memberikan ceramah tujuh menit seusai shalat duhur di Mesjid Persis di jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Bandung, Ahad (4/6). Selama dua hari ke depan, TGB akan melakukan safari dakwah ke sejumlah tempat di Kota Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Masa depan selalu menjadi hal yang misterus, bahkan dipertanyakan oleh semua orang. Namun, dalam Alquran, Allah menerangkan masa depan bumi dengan jelas. Gubernur NTB, TGH Muhammad Zainul Majdi mengatakan, berdasarkan ayat-ayat Alquran, Allah menjelaskan bahwa bumi ini akan diwariskan pada orang-orang pilihan.

Orang-orang pilihan tersebut adalah manusia yang saleh. "Bumi ini di masa depan akan diwariskan pada orang-orang shaleh," kata Tuan Guru Bajang saat memberi tausiah dalam acara Kampus Ramadhan di Masjid Mujahidin UNY, kemarin.

Namun, menurutnya, keshalehan tidak hanya berkaitan dengan ketaatan dalam melaksanakan ibadah mahdhah. Pasalnya, kata shaleh sendiri berarti orang-orang yang mempunyai sifat shalah, yaitu sesuatu yang mempunyai fungsi dan nilai sesuai penciptaannya.

Manusia sendiri dapat dikatakan shaleh jika mampu menjalankan amanah kekhilafahan, yakni memelihara bumi dan mengelola alam. Di sisi lain, orang shaleh juga identik dengan mereka yang memiliki ilmu dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan bersama.

Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW yang mengatakan, sebaiknya manusia adalah mereka yang memberikan manfaat pada sesamanya. TGB menyangkan sifat umat Islam saat ini yang sering terjebak dalam kata-kata bombastis.

Di mana kita sering menggembar-gemborkan bahwa umat Islam adalah umat terbaik. Tapi kita hanya sibuk dengan ibadah individu saja, tanpa memberi manfaat pada sesama. Termasuk malas dalam mencari ilmu.

"Percuma kita terjebak dalam percakapan yang bombastis. Tapi kita tidak mau tempuh prosesnya dengan sabar dan konsisten. Padahal, kalau kita lihat kerja Rasullah ya sangat sistematis dan konsisten," kata TGB.

Ketika Islam datang, ujarnya, hal-hal yang bersifat aksesoris atau tidak substantif pun dihilangkan. Misalnya, untuk pakaian, yang penting menutup aurat dan bersih, sudah cukup. Karena untuk mencapai taraf shaleh, Rasulullah SAW menekankan kerja-kerja membangun peradaban. Dari orang arab yang tidak kenal ilmu menjadi cinta ilmu. 

Terpopuler