Rabu 27 Nov 2019 15:05 WIB

Adakah Asa untuk Pahlawan tanpa Tanda Jasa?

Ada segudang pekerjaan Mendikbud untuk meningkatkan derajat pahlawan tanpa tanda jasa

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Seorang guru sedang mengajar di madrasah (ilustrasi)
Foto: Republika/Damanhuri Zuhri
Seorang guru sedang mengajar di madrasah (ilustrasi)

Dalam rangka Hari Guru Nasional 2019, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim mengapresiasi pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Ramli menilai Nadiem punya niat untuk meningkatkan derajat guru.

Meski begitu, Ramli mengingatkan Nadiem ada sejumlah pekerjaan rumah untuk meningkatkan kemuliaan pengajar. Salah satunya permasalahan gaji yang masih terlalu kecil untuk para pengajar di berbagai penjuru Indonesia. Bahkan jika dikalkulasi, gaji guru masih lebih rendah jika dibandingkan kuli bangunan (cnnindonesia.com).

Baca Juga

Kita ketahui, para pengajar dan pendidik di negeri kita dikenal dengan pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka adalah guru-guru, sang pencetak generasi bangsa. Berbicara tentang pencetakan generasi masa depan maka tak bisa dilepaskan dari peran guru dalam proses pendidikan.

Di sekolah, guru lah yang memberikan bimbingan dan pengajaran kepada anak bangsa. Maka, di pundak para guru lah sebenarnya kualitas generasi mendatang dipertaruhkan.

Meski tidak bisa dipungkiri, kurikulum pendidikan berperan besar terhadap proses pendidikan, akan tetapi keseriusan proses mendidik yang diberikan seorang guru tidak bisa dipandang sebelah mata. Maka sudah sepantasnyalah mereka mendapatkan pengahargaan yang begitu mulia baik dari penghargaan moril dan penghargaan secara materi untuk menjamin kehidupan mereka.

Faktanya, guru tidak diberikan penghargaan yang sepantasnya. Bahkan cerita pilu  justru kerap menyertai pahlawan tanpa tanda jasa. Yang sering terdengar, para guru ini hanya bergaji ratusan ribu rupiah. Bukan hanya itu, kebanyakan dari mereka padahal juga mengabdi hingga puluhan tahun.

Namun tetap saja, gaji untuk guru honorer tak lebih dari 400-700 ribu per bulan. Benar kiranya yang disampaikan ketua IGI bahwa besaran gaji guru jauh di bawah kuli bangunan. Sungguh memprihatinkan.

Hal ini sangat bertolak belakang dengan Era Islam di masanya. Dimana jasa guru sangat berharga.  Sepanjang sejarah penerapan Islam, guru diberikan penghargaan setinggi-tingginya. Segala macam kebutuhannya difasilitasi oleh negara.

Bahkan tanpa segan-segan hadiah akan diberikan dengan cuma-cuma manakala sang guru telah berhasil membuat karya. Hadiah tersebut adalah emas, besarnya disesuaikan dengan berat dari buku yang berhasil ditulisnya. Subhanallah sungguh penghargaan yang luar biasa.

Penghargaan juga bisa dilihat dari gaji yang bisa mereka terima. Sebagai contoh di masa Umar bin Khattab ra yang sangat peduli terhadap dunia pendidikan. Besarnya gaji guru saat itu adalah sebanyak 15 dinar untuk setiap bulannya. Dinar merupakan mata uang yang terbuat dari logam mulia, yaitu emas.

Besarnya satu dinar setara dengan 4,25 gram emas. Jika kita kalkulasikan dengan perhitungan emas di masa sekarang (1 gram bernilai Rp 500.000,00) maka 1 dinar setara dengan Rp 2.125.000,00. Maka dapat kita perkirakan gaji seorang pahlawan tanpa tanda jasa tersebut sekitar Rp 31.875.000,00.

Sungguh nilai yang sangat luar biasa. Jika kita bandingkan dengan gaji guru di zaman milenial, maka akan sangat berbeda. Padahal Indonesia adalah negeri yang kaya raya. Sepanjang bentang pulau-pulau nya, di sana banyak sekali ditemukan mineral-mineral dan bahan tambang yang memiliki nilai yang tak terhingga.

Indonesia juga memiliki lautan terluas di dunia dengan dikelilingi dua samudra. Juga memiliki pemandangan yang sangat eksotis dan lagi-lagi tak ada negara yang bisa menyamainya.  Bisa dibayangkan, jika ini dikelola dengan baik oleh negara, maka pasti sejahteralah rakyat Indonesia, termasuk guru sang pahlawan kita.

Pengirim: Ifa Mufida (Pemerhati Kebijakan Publik)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement