Pandemi Covid-19, Temuan Kasus Tuberkulosis di Solo Turun

Rep: Binti Sholikah/ Red: Ratna Puspita

Temuan kasus Tuberkulosis (TB) di Kota Solo mengalami penurunan pada 2020 dibandingkan tahun sebelumnya. (ilustrasi)
Temuan kasus Tuberkulosis (TB) di Kota Solo mengalami penurunan pada 2020 dibandingkan tahun sebelumnya. (ilustrasi) | Foto: www.freepik.com.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Temuan kasus Tuberkulosis (TB) di Kota Solo mengalami penurunan pada 2020 dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan temuan kasus tersebut diperkirakan lantaran masyarakat dan tenaga kesehatan lebih banyak fokus menangani kasus Covid-19. 

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo, temuan kasus TB pada 2019 sebanyak 1.803 kasus, kemudian turun pada 2020 menjadi 815 kasus. Kepala DKK Solo, Siti Wahyuningsih, mengatakan, penurunan kasus tersebut dipengaruhi oleh pandemi Covid-19. 

“Masyarakat takut ke fasilitas kesehatan (faskes), baik rumah sakit dan puskesmas. Di sisi lain kader dan tenaga kesehatan dengan adanya pandemi juga takut. Tenaga kesehatan kami juga fokus pada Covid yang naik terus," jelas Siti kepada wartawan, Rabu (24/3). 

Menurutnya, meski temuan kasus TB pada 2020 turun, tidak berarti jumlah penderita juga turun. Padahal selama ini, tidak ada faskes yang tutup untuk melayani TB. Karenanya, Pemkot akan menggenjot upaya deteksi dini. 

Baca Juga

"Covid sampai kapan kan tidak tahu. Kita tidak boleh terbelenggu. Apa artinya Covid terkendali tapi TB banyak. TB tidak kalah bahaya sama Covid karena penularan lewat airborne bisa terbang kemana-mana," paparnya.

Siti menyatakan, secara nasional pemerintah memang menargetkan eliminasi TB pada 2030. Sehingga, meski masih di tengah pandemi, DKK berupaya tidak hanya fokus pada penanganan Covid-19, melainkan semua program harus tetap berjalan.

"Faskes kami siap semua, obat gratis sarana prasarana siap, puskesmas siap, rumah sakit juga siap. Kami juga menggandeng klinik dan dokter praktik untuk deteksi dini. Tapi ini perlu kerja sama sektor-sektor lain di luar kesehatan," ungkap Siti.

Selama ini, lanjutnya, orang awam berpikir persoalan TB hanya masalah kesehatan. Padahal, menurutnya, masalah kesehatan hanya 20-30 persen. Justru sektor lain di luar kesehatan dinilai lebih berperan dalam deteksi dini dan menyosialisasikan tentang TB. Dia mencontohkan, dinas yang menangani perumahan bisa menciptakan perumahan sehat bebas TB dengan mendesain ventilasi udara yang tepat. 

Seluruh elemen masyarakat juga bisa mengambil peran dalam sosialisasi pencegahan TB. Misalnya, kelurahan melalui dana kelurahan, perusahaan dengan tanggung jawab sosial (CSR), serta komunitas radio menyelipkan informasi seputar TB dan jika mengalami gejala-gejala dianjurkan ke puskesmas.

"Itu edukasi-edukasi yang tidak memerlukan anggaran khusus. Semua sektor ambil peran sesuai fungsi masing-masing. Urusan pengobatan serahkan kepada kami," ujarnya.

Terkait


Pemkot Magelang Perpanjang PPKM Mikro untuk Kelima Kali

Pekerja Salon, Restoran, dan Kafe Saudi akan Divaksinasi

IDI Dorong Tenaga Kesehatan Aktif Lacak Tuberkulosis

PPNI Jelaskan Peran Perawat dalam Eliminasi Tuberkulosis

Positif Covid-19 di Bantul Bertambah 102 Orang

Republika Digital Ecosystem

Kontak Info

Republika Perwakilan DIY, Jawa Tengah & Jawa Timur. Jalan Perahu nomor 4 Kotabaru, Yogyakarta

Phone: +6274566028 (redaksi), +6274544972 (iklan & sirkulasi) , +6274541582 (fax),+628133426333 (layanan pelanggan)

[email protected]

Ikuti

× Image
Light Dark