Guru Milenial Wajib Melek Digital

Red: Karta Raharja Ucu

Guru di era milenial dituntut menguasai iptek di dunia yang serba digital. Foto: ilustrasi seorang guru memberikan pelajaran jarak jauh kepada siswanya.
Guru di era milenial dituntut menguasai iptek di dunia yang serba digital. Foto: ilustrasi seorang guru memberikan pelajaran jarak jauh kepada siswanya. | Foto: ANTARA/Mohammad Ayudha

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fitria Handayani, S.Pd, Guru Sekolah Dasar

Manusia-manusia digital lahir di era milenial. Anak-anak yang lahir di era melesatnya perkembangan teknologi membuat para pengajar alias guru tidak boleh lengah. Hidup di peradaban tingginya tingkat pengetahuan dan teknologi membuat para guru yang hidup di perabadan milenial wajib melek digital.

Sebagai globalisasi dini, yakni intensifikasi relasi-relasi dosial dunia yang menghubungkan lokalitas yang berjauhan sedemikian rupa, sehingga peristiwa-peristiwa lokal dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi jauh di seberang dan begitu pun sebaliknya -- Anthony Giddens (1990).

Dunia yang sedang diselimuti pandemi, termasuk Indonesia membuka jalan untuk revolusi di bidang iptek. Penduduk negara-negara di dunia menjelma menjadi manusia-manusia digital yang tak bisa lepas dari dunia teknologi, informasi, dan komunikasi. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sebagai konsekuensi ditutupnya proses belajar tatap muka, merupakan pintu gerbang menuju sistem pembelajaran di dunia digital. Belajar secara konvensional perlahan mulai ditinggalkan dan dilupakan.

Atas dasar itulah, guru sebagai tenaga pendidik harus segera warming up, pemanasan, dan bersiap-siap mengejar langkah para muridnya yang lebih dulu mahir bermain-main di internet. Guru di era milenial wajib hukumnya belajar lebih giat agar tetap lebih pintar dan cerdas daripada murid-muridnya. Dengan berbekal pengetahuan, setidaknya para guru bisa menjawab setiap pertanyaan para murid-muridnya yang penasaran akan suatu hal. Karena murid yang penasaran, sedikit lebih merepotkan daripada murid pintar.

Para guru tidak hanya harus pintar bermain di sosial media lewat ponsel pintar. Guru juga harus menguasai ilmu komputer dengan beragam aplikasinya. Jangan sampai para guru gagap teknologi (gaptek), padahal murid yang dihadapinya adalah manusia milenial yang sudah disuapi berbagai macam keilmuan teknologi yang bergizi.

Tentunya kita tahu di era digital saat ini, menjelajani dunia digital adalah hal lumrah bagi anak-anak. Ponsel pintar yang diberikan orang tuanya terkadang menjadi bumerang karena sang anak tidak mendapatkan pengasawan ketat. Imbasnya, anak mampu mengakses ke situs atau media yang menampilkan audio visual seperti gambar porno, yang tidak layak dikonsumsi. Komunikasi antara guru dan orang tua berperan penting dalam menjaga anak-anak terjerat dari jebakan jahat internet.

Saat ini para guru juga perlu memikirkan cara mengajar lebih inovatif. Sebab, pembelajaran yang hanya memindahkan textbooks ke buku catatan murid akan melahirkan kebosanan. Kini sudah eranya baru, bukan zaman Orde Baru di mana guru tidak pernah salah dan tabu untuk diberikan masukan. Guru yang berhasil di era ini, selain menyampaikan ilmu dengan berbagai inovasi, tapi juga mampu mentransfer tata krama, sopan santun, akhlakul karimah kepada para muridnya.

Dari era Sriwijaya hingga Indonesia merdeka, guru adalah orang yang sangat disengani. Tak hanya oleh para murid-muridnya, tetapi juga orang tua dan di lingkungannya. Guru adalah cerminan kesempurnaan; pintar, banyak tahu, panutan, berakhlak baik. Karena hal itu, guru di era digital tidak boleh melepaskan pengawasan kepada para muridnya. Jangan sampai para muridnya malah menjadikan publik figur yang tidak layak dijadikan idola sebagai kiblat.

Para guru yang lahir di era milenial kini memiliki tanggung jawab lebih mengemban tongkat estafet keilmuan dari para seniornya yang sudah memasuki penghujung masa bakti. Jangan sampai guru diremehkan karena gagap teknologi. Guru milenial perlu menjaga marwah para seniornya yang mengawal bangsa dan negara ini menuju merdeka belajar seperti sekarang.

Contoh sederhananya, para guru wajib mempelajari kosa kata manusia-manusia digital. Sehingga guru bisa mendeteksi ketika ada penyelewengan yang dilakukan atau menimpa muridnya. Seperti bullying (perisakan), diskriminasi, narkoba, bahkan kejahatan seksual. Sehingga para guru mampu menjaga murid-muridnya menjadi pelaku atau korban tindakan-tindakan tidak beradab.

Mengutip UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, tugas guru bukan sekedar mengajar, tapi yang pertama adalah mendidik. Secara asal kata dan akar sejarahnya, guru menunjukkan profesi yang bermartabat dan patut dihormati.

Secara etimologi kata "guru" diambil dari bahasa sansekerta yang ditujukan bagi seorang yang memberi pembimbingan khususnya hal yang sifatnya kerohanian. Secara adjektif kata "guru" bermakna berat, yakni berat penuh wibawa dan kehebatan karena membimbing dan mengajarkan orang lain.

Para murid dan orang tua pun patut menjaga marwah guru. Mereka tidak hanya memetik ilmu, tetapi juga mengambil hikmah dan berkah dari para guru. Karena dari sanalah adab bermula. Karakter mulia mengakar dalam jiwa terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari (Al attas, 1980).

Terkait


Disdik Depok Putuskan Kembali Berlakukan PJJ

Komunikasi Ortu-Sekolah Wajib Diperkuat Selama PJJ

Hari Ini Siswa Mulai Masuk Sekolah Secara Daring

PTM di Bawah Bayang-Bayang PPKM

Legislator Minta Kemendikbudristek Segera Putuskan PJJ

Republika Digital Ecosystem

Kontak Info

Republika Perwakilan DIY, Jawa Tengah & Jawa Timur. Jalan Perahu nomor 4 Kotabaru, Yogyakarta

Phone: +6274566028 (redaksi), +6274544972 (iklan & sirkulasi) , +6274541582 (fax),+628133426333 (layanan pelanggan)

[email protected]

Ikuti

× Image
Light Dark