Selasa 17 Aug 2021 10:49 WIB

Mural di Era Kemerdekaan Sampai Teriakan "Merdeka Bung"

Mural-mural menjadi media para pejuang meluapkan perasaan ketika revolusi fisik.

Red: Karta Raharja Ucu
Suasana proklamasi kemerdekaan di rumah Sukarno pegangsaan timur 56.
Foto: dok. Istimewa
Suasana proklamasi kemerdekaan di rumah Sukarno pegangsaan timur 56.

REPUBLIKA.CO.ID, Catatan Almarhum Alwi Shahab

Salah satu foto berupa corat-coret di trem listrik dengan huruf-huruf menyolok berisi kata-kata dalam Inggris: ‘Van Mook what are you doing’, yang secara harfiah bisa diartikan Van Mook ngapain lu ke sini. Berupa ejekan terhadap upaya pemerintah kolonial Belanda di bawah pimpinan Jenderal Van Mook untuk kembali menjajah Indonesia yang baru saja memproklamirkan kemerdekaannya.

Tentara Belanda NICA (Netherlands Civil Administration) membonceng tentara sekutu pimpinan Inggris, untuk melucuti tentara Jepang dan melindungi para tawanan perang sekutu (Allied Prisoners of War) pada 16 September 1945. Ketika itu, kota Jakarta sudah dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah RI.

Tapi ketika pasukan sekutu (Inggris) dan NICA ke Jakarta, dalam sekejap mata saja telah berubah dari kota yang tenang menjadi kota yang bergelora dilanda semangat revolusi. Seluruh rakyat bangkit dan hanya dengan bersenjatakan bambu runcing dan beberapa senjata yang mereka rampas dari tentara Jepang, siap mati untuk mempertahankan kemerdekaan. Padahal ketika itu para pemuda patriot bangsa sudah mulai merebut serta menduduki gedung dan perusahaan-perusahaan penting dan vital.

Pada 1 September 1945 pekik Merdeka telah disahkan menjadi salam nasional resmi. Sedangkan kata ‘Bung’ menjadi sangat populer seperti sebutan Bung Karno dan Bung Hatta.

Pada masa revolusi fisik itu, setiap kita berjumpa dengan kawan akan saling meneriakkan: ‘Merdeka Bung’. Pernah NICA menembak mati seorang pemuda patriot di Kramat Raya, Jakarta Pusat, saat tanpa gentar meneriakkan ‘merdeka’, kata yang sangat dibenci oleh NICA.

Kalau para pemimpin bangsa berpacu dengan waktu untuk melengkapi negara RI yang baru mereka proklamirkan, maka dengan semangat kemerdekaan yang bergelora para pemuda patriot bangsa mulai melancarkan aksi-aksi dan kegiatan-kegiatan untuk menegakkan proklamasi Agustus 1945. Mereka mencetuskan dan melampiaskan gelora perasaannya melalui tulisan-tulisan dan corat-coret di trem-trem kota, di bus-bus, gerbong-gerbong kereta api, di pagar-pagar dan tembok-tembok.

Para pemuda setelah proklamasi banyak yang berdatangan Gedong Juang ’45 di Menteng Raya 31, Jakarta Pusat menyatakan siap diberangkatkan ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan berbagai daerah lainnya. Mereka membawa stensilan proklamasi kemerdekaan. Maklum ketika proklamasi 17 Agustus 1945, akibat hubungan komunikasi yang masih sangat sederhana belum banyak diketahui di daerah-daerah. Berkata jasa para pemuda ini, akhirnya Indonesia telah merdeka hanya dalam selang waktu dekat telah diketahui di seluruh Tanah Air.

Seperti juga di Jakarta, di daerah-daerah terjadi perlawanan bersenjata dengan menggunakan bambu runcing. Di Surabaya, para arek Suraboyo yang dipacu oleh seruan ‘Allahu Akbar’ Bung Tomo, dalam pertempuran mati-matian berhasil membunuh panglima Inggris, Jenderal Mallaby.

Kini kita sudah 76 tahun merdeka. Memang belum seperti yang diharapkan Bung Karno bahwa kemerdekaan merupakan jembatan emas menuju kemakmuran. Masih puluhan juta mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan. Tapi kita perlu merenungi kata-kata Bung Karno dalam pidato 17 Agustus 1961.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement