Rabu 12 Oct 2022 09:50 WIB

Rusia Masukkan Meta Platforms dalam Daftar Teroris dan Ekstremis

Rusia melarang Facebook dan Instagram karena melakukan aktivitas ekstremis.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
 Facebook meluncurkan tanda Meta baru mereka di kantor pusat perusahaan di Menlo Park, California, Kamis, 28 Oktober 2021. Badan pemantau keuangan Rusia, Rosfinmonitoring, telah menempatkan raksasa teknologi Amerika Serikat (AS), Meta Platforms Inc, dalam daftar teroris dan ekstremis.
Foto: AP Photo/Tony Avelar
Facebook meluncurkan tanda Meta baru mereka di kantor pusat perusahaan di Menlo Park, California, Kamis, 28 Oktober 2021. Badan pemantau keuangan Rusia, Rosfinmonitoring, telah menempatkan raksasa teknologi Amerika Serikat (AS), Meta Platforms Inc, dalam daftar teroris dan ekstremis.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Badan pemantau keuangan Rusia, Rosfinmonitoring, telah menempatkan raksasa teknologi Amerika Serikat (AS), Meta Platforms Inc, dalam daftar teroris dan ekstremis. Meta Platforms adalah perusahaan induk Instagram dan Facebook.

Kantor berita Interfax melaporkan, pada akhir Maret, Rusia melarang Facebook dan Instagram karena melakukan aktivitas ekstremis. Langkah ini dilakukan setelah pihak berwenang menuduh Meta menoleransi “Russophobia” selama kampanye militer Rusia di Ukraina.

Baca Juga

Pada 10 Maret, Meta telah mengumumkan bahwa platform tersebut akan mengizinkan pernyataan seperti "kematian bagi penjajah Rusia" tetapi bukan ancaman yang kredibel terhadap warga sipil. Meta menambahkan perubahan hanya berlaku untuk pengguna yang mengunggah dari dalam Ukraina.

Facebook dan Instagram tidak dapat diakses di Rusia sejak Maret. Tetapi banyak orang Rusia menggunakan VPN agar tetap bisa menggunakan jaringan media sosial. Instagram sangat populer di Rusia dan merupakan platform penting untuk iklan dan penjualan.

Sebelumnya pekan lalu, Rusia menjatuhkan denda kepada TikTok karena gagal menghapus konten yang melanggar undang-undang Rusia tentang 'propaganda LGBT'. Rusia juga menjatuhkan denda kepada layanan streaming Twitch, karena menyelenggarakan wawancara video dengan seorang tokoh politik Ukraina yang menurut Moskow berisi informasi palsu.

Denda tersebut menandai langkah terbaru dalam perselisihan antara Moskow dengan Big Tech, dengan hukuman atas konten, tuntutan atas penyimpanan data, dan beberapa larangan langsung. Pengadilan Distrik Tagansky Moskow mengatakan, TikTok yang dimiliki oleh perusahaan IT ByteDance yang berbasis di Beijing, didenda 3 juta rubel. Kantor berita Interfax melaporkan, kasus terhadap TikTok didasarkan pada tuduhan bahwa perusahaan itu mempromosikan nilai-nilai non-tradisional, LGBT, feminisme, dan representasi yang menyimpang dari nilai-nilai seksual tradisional di platformnya. 

Sementara Twitch, yang dimiliki oleh Amazon didenda 4 juta rubel. Kantor berita Interfax mengatakan, denda tersebut merupakan tanggapan atas tindakan Twitch yang mengadakan wawancara dengan Oleksiy Arestovych, dan penasihat Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Awal tahun ini, Twitch didenda 3 juta rubel karena menyelenggarakan wawancara dengan Arestovych.

Pada awal Maret, Rusia mengesahkan undang-undang yang melarang untuk menyudutkan angkatan bersenjata, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun. Undang-undang itu disahkan setelah Rusia menginvasi Ukraina pada Februari.

Perusahaan teknologi asing telah diperingatkan agar tidak melanggar undang-undang itu. Kantor berita TASS pada Selasa melaporkan, Twitch menghadapi dua denda baru hingga 8 juta rubel karena tidak menghapus informasi yang tidak kredibel tentang operasi militer khusus di Ukraina.

Rusia sedang mempertimbangkan untuk memperluas undang-undang "propaganda gay" yang disahkan pada 2013. Undang-undang itu melarang setiap orang atau entitas mempromosikan hubungan homoseksual kepada anak-anak.  Anggota parlemen berpendapat undang-undang tersebut harus diperluas yang mencakup orang dewasa, dan denda untuk mengekspos anak di bawah umur terkait propaganda LGBT.  

Pihak berwenang Rusia mengatakan, mereka membela moralitas dalam menghadapi nilai-nilai liberal non-Rusia yang dipromosikan oleh Barat. Tetapi para aktivis hak asasi manusia mengatakan undang-undang tersebut telah diterapkan secara luas untuk mengintimidasi komunitas LGBT Rusia. Secara terpisah, Wikimedia Foundation, juga menghadapi denda 4 juta rubel karena tidak menghapus informasi palsu tentang tentara Rusia.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
هَلْ يَنْظُرُوْنَ اِلَّا تَأْوِيْلَهٗۗ يَوْمَ يَأْتِيْ تَأْوِيْلُهٗ يَقُوْلُ الَّذِيْنَ نَسُوْهُ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَاۤءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّۚ فَهَلْ لَّنَا مِنْ شُفَعَاۤءَ فَيَشْفَعُوْا لَنَآ اَوْ نُرَدُّ فَنَعْمَلَ غَيْرَ الَّذِيْ كُنَّا نَعْمَلُۗ قَدْ خَسِرُوْٓا اَنْفُسَهُمْ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَّا كَانُوْا يَفْتَرُوْنَ ࣖ
Tidakkah mereka hanya menanti-nanti bukti kebenaran (Al-Qur'an) itu. Pada hari bukti kebenaran itu tiba, orang-orang yang sebelum itu mengabaikannya berkata, “Sungguh, rasul-rasul Tuhan kami telah datang membawa kebenaran. Maka adakah pemberi syafaat bagi kami yang akan memberikan pertolongan kepada kami atau agar kami dikembalikan (ke dunia) sehingga kami akan beramal tidak seperti perbuatan yang pernah kami lakukan dahulu?” Mereka sebenarnya telah merugikan dirinya sendiri dan apa yang mereka ada-adakan dahulu telah hilang lenyap dari mereka.

(QS. Al-A'raf ayat 53)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement