REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengamat politik dari Universitas Indonesia yang juga Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting, Aditya Perdana, menilai kemungkinan besar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan berada di luar pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Menurutnya, baik PDIP maupun PKS sama-sama memiliki pengalaman menjadi oposisi.
Sehingga dua partai tersebut dinilai tak akan gigit jari bila tidak ikut ambil bagian dalam kabinet Prabowo-Gibran. "PDIP dan PKS punya pengalaman sebagai partai di luar pemerintahan dan tentu tidak punya masalah bila pilihan oposisi kembali diambil," kata Aditya, Kamis (25/4/2024).
Diketahui, PDIP merupakan oposisi sejati selama 10 tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sejak 2004 hingga 2014. Selama itu, PDIP yang memiliki kekuatan dominan di DPR RI kerap membuat ketidaknyamanan bagi pemerintahan SBY dalam mengambil kebijakan penting.
Selanjutnya, 10 tahun berikutnya 2014-2024 giliran PKS yang menjadi oposisi sejati terhadap pemerintahan Joko Widodo. Meski tidak sekuat ketika PDIP beroposisi, tapi PKS tetap konsisten bertahan menjadi partai kritis terhadap pemerintah.
Sikap konsisten PKS dan PDIP ini dinilai Aditya tidak bertemu di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Walau bukan bagian pendukung Prabowo-Gibran selama Pemilu 2024 ini, Aditya meyakini ketiganya akan segera merapat lantaran tidak punya pengalaman menjadi partai oposisi.
Aditya mendukung supaya Prabowo-Gibran tidak memaksakan diri merangkul semua partai masuk ke dalam pemerintahannya. Menurut Aditya, publik tetap membutuhkan partai oposisi untuk menyuarakan check and balance kepada kekuasaan.
"Agenda penting juga bukan hanya semata-mata berfokus kepada pemerintahan tetapi mengabaikan check and balance kekuasaan di sebuah negara yang demokratis. Ini yang perlu diperbincangkan secara serius oleh publik," ucap Aditya.
Diketahui partai yang memenangkan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 ini adalah Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, dan Partai Demokrat. Gabungan kekutan empat partai ini di parlemen dihitung belum mencapai 50 persen. Sehingga Prabowo berupaya merayu partai lain agar mau ikut bersama-sama di dalam pemerintahan. Tiga partai yang sudah tergoda adalah Nasdem, PKB, dan PPP.