'Soal Muslim Uighur, HAM dan Kemanusiaan Seharusnya di Atas Kepentingan Politik'

Red: Fernan Rahadi

Sejumlah massa saat melakukan aksi bela Muslim Uighur di depan Kedutaan Besar Cina, Kuningan, Jakarta, Jumat, (27/12).
Sejumlah massa saat melakukan aksi bela Muslim Uighur di depan Kedutaan Besar Cina, Kuningan, Jakarta, Jumat, (27/12). | Foto: Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bertahun-tahun Muslim Uighur mengalami berbagai tindakan kekerasan, diskriminatif, dan pelanggaran HAM lain yang dilakukan oleh Pemerintah Cina. Publik Indonesia kemudian ramai membahas mengenai sikap Indonesia yang menolak usul Amerika Serikat untuk menggelar debat terkait laporan Dewan HAM PBB yang menyatakan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap etnis Uighur di Cina. Alasannya, Indonesia memandang pendekatan yang diajukan oleh negara pengusung dalam Dewan HAM lebih bernuasa politis dan dianggap tidak akan menghasilkan kemajuan yang berarti. 

Sikap Indonesia ini ditanggapi oleh anggota Komisi I DPR RI yang membidangi urusan luar negeri, Sukamta. "HAM dan kemanusiaan lebih utama dibandingkan dengan politik antarnegara," kata Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini dalam siaran persnya yang diterima Republika, Rabu (19/10/2022).

Ia menambahkan, sikap Indonesia dalam masalah Muslim Uighur di Xinjiang sejak masalah ini muncul seakan menjaga jarak atau tidak mau terlibat dengan berbagai alasan yang normatif. 

"Bernuansa politis jadi alasan menolak debat. Namun, Indonesia tidak ada inisiatif, upaya atau solusi lain terkait masalah pelanggaran HAM di Uighur, tentunya sangat disayangkan," tutur Sukamta.

Menurut Sukamta, yang berasal dari Daerah Pemilihan DIY ini, jelas terjadi tindakan kekerasan, diskriminatif, pelanggaran HAM serta kejahatan terhadap kemanusiaan lainnya yang dilakukan pemerintah Cina terhadap minoritas Uighur di Xinjiang berdasarkan laporan Dewan HAM PBB. 

"Maka, Indonesia sebagai negara yang memiliki amanat tentang penghapusan penjajahan, penegakan HAM dan sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia seharusnya memperjuangkan nasib muslim Uighur," katanya.

Ia berharap pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Jokowi bersikap tegas atas pelanggaran HAM yang terjadi di sana. Meski Indonesia memiliki kerja sama investasi dengan perusahaan-perusahaan Cina. "Sudah seharusnya Pemerintah Indonesia memperjuangkan penegakan HAM sesuai dengan amanah pendiri bangsa," katanya menegaskan.

Sebuah laporan Dewan HAM PBB pada akhir Agustus 2022 menyimpulkan bahwa orang-orang Uighur dan orang-orang dari kelompok muslim lainnya di Xinjiang telah dirampas hak-hak dasar mereka dari 2017 hingga 2019 dan kemungkinan masih terus berlanjut hingga saat ini. Qatar, Indonesia, Uni Emirat Arab dan Pakistan menjadi negara-negara mayoritas Muslim dan mitra dagang investasi Cina yang menolak resolusi debat terkait masalah Uighur, Xinjiang, Cina.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Terkait


Alasan Indonesia Tolak Debat Isu Uighur di Dewan HAM PBB

Mengapa Indonesia Negara Muslim Justru Tolak Debat Soal Uighur di PBB?

Mosi Debat Uighur di PBB yang Juga Ditolak Negara Muslim, Usaha Amerika, dan Kekecewaan

Indonesia Tolak Usulan AS Soal Debat Kondisi Uighur di Dewan HAM PBB

Fraksi PKS Ajak Ormas Islam Kolaborasi Bahas RUU

Republika Digital Ecosystem

Kontak Info

Republika Perwakilan DIY, Jawa Tengah & Jawa Timur. Jalan Perahu nomor 4 Kotabaru, Yogyakarta

Phone: +6274566028 (redaksi), +6274544972 (iklan & sirkulasi) , +6274541582 (fax),+628133426333 (layanan pelanggan)

[email protected]

Ikuti

× Image
Light Dark