Kisah Heroik Madelene Kolab di Lautan Gaza

Rep: Agung Sasongko Red: Sadly Rachman

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA--Siang hari itu, semilir angin dan teriknya matahari membirukan Pantai Gaza yang sepi. Suasana sepi dan kosong di pantai mendadak sedikit berwarna dengan hadirnya seorang perempuan muda berkerudung bersama seorang anak laki-laki dan perempuan. Ketiganya terlihat kepayahan mendayung sampan berukuran seadanya ke laut. Saat itu, ombak di laut memang sedang deras-derasnya. Derasnya ombak jelas terlihat dari angin serta ombak di siang hari yang tengah menerjang daratan yang kaku.

Anehnya, di tengah laut membiru, hanya ada tiga orang saja yeng terlihat. Tidak ada suara  lantang nelayan yang berteriak bangga lantaran memperoleh hasil tangkapan yang bagus. Tidak ada pula teriakan anak yang tengah berenang bersama teman-temannya. Ternyata, tiga orang itu adalah satu dari sekian puluh ribu warga Gaza yang tersisa menjadi nelayan. Semenjak terisolasi oleh negeri zionis Israel, Gaza hanya mempunyai tiga orang nelayan atau lebih tepatnya satu orang nelayan yang dibantu oleh dua asistennya.

Nelayan itu bukanlah sembarang orang karena dia adalah sosok remaja perempuan berusia 16 tahun yang bernama Madelene Kolab. Madelene yang seharusnya tengah getol-getolnya mengenyam pendidikan mendadak menjadi nelayan guna membantu perekonomian keluarga. Maklum saja, semenjak ayahnya, Mahrous Kolab, mengalami masalah pada kakinya,  Madelene harus menggantikan tugas sang ayah untuk menjadi nelayan. Tugas itu dengan ikhlas dijalankan Madele. Perempuan muda itu tidaklah sendiri. Dengan semangat, kedua adik Madelene ikut mengarungi lautan Gaza yang sepi.

Perlu Anda ketahui, nelayan perempuan --terutama di negara Islam-- merupakan hal yang sangat jarang.  Karena itu, Madelene harus menerima kenyataan bahwa dirinya menjadi pembicaraan banyak orang. Walau demikian, Madelene tak gentar. Ia tidak mempedulikan penilaian negatif masyarakat terhadap dirinya. Ia hanya memikirkan satu tugas mulia, sebuah tanggung jawab sebagai pemimpin keluarga.

Tugas mulia itu dia laksanakan dengan penuh semangat pantang menyerah. Dengan gagah berani, Madelene menerjang ombak yang ganas dan menyelam hingga laut terdalam. Dia seolah paham betul dengan suasana lautan. Sayangya, kendati telah bekerja kerja keras penuh semangat, tidak serta-merta tugas mulianya itu menghadirkan tangkapan yang bagus. Seringkali Madelen dan kedua adiknya harus menelan kenyataan pahit dengan hasil tangkapan yang sedikit. Meski begitu, ia tetap mensyukuri jerih payah yang dihasilkan.

Sang Ayah yang memperhatikan dari kejauhan sejatinya tidak tega membiarkan anak-anaknya melaut. Rasa takut dan khawatir terus berkecamuk dalam hati Mahrous Kolab. Akan tetapi, ia mengaku bangga atas keberanian ketiga anak-anaknya menaklukan lautan. Mahrous hanya bisa berdoa dan berharap anak-anaknya bisa kembali pulang dengan selamat. Hasil tangkapan yang sedikit tidak masalah asalkan ia melihat ketiga anaknya pulang dengan selamat.

Marous dan keluarga merupakan contoh kecil dari cerita pedih rakyat Gaza. Terisolasi dari saudara-saudaranya, tidak membuat mereka patah arang. Mereka justru berteriak lantang melawan penderitaan dan kesulitan dengan cara mulia.


Courtesy by YouTube

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler