DPR Pertanyakan Alasan TNI Soal Prajurit Berjilbab
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR mempertanyakan kekhawatiran Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI terkait gangguan soliditas yang mungkin terjadi jika aturan mengenakan jilbab diberlakukan terhadap prajurit TNI. Menurut mereka, aturan berjilbab bagi prajurit TNI justru berpeluang meningkatkan soliditas di jajaran TNI.
“Jika aturan berjilbab bagi TNI jadi diadakan, di mana letak peluang gangguan soliditasnya? Justru jika tidak ada aturan yang baku, gangguan soliditas itu sangat mungkin terjadi,” kata Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani saat dihubungi ROL, Kamis (28/5).
Gangguan soliditas yang dimaksud terkait dengan tidak terakomodasinya kepentingan prajurit TNI muslim yang ingin mengenakan jilbab. Selain itu, ketidakseragaman pemahaman aturan mengenakan jilbab di kalangan prajurit juga berpeluang menimbulkan friksi.
“Jika ada aturan yang jelas, maka bentuk, warna, tata cara berjilbab lain menjadi seragam. Jika begitu, soliditas di kalangan TNI semakin baik. Selain itu, prajurit TNI perempuan yang ingin berhijab pun merasa terakomodasi dalam menjalankan kewajiban agama,” terang Arsul lebih lanjut.
Ketua Komisi VIII DPR, Saleh Partaonan Daulay juga menyatakan hal serupa. Menurutnya, aturan mengenakan hijab bagi prajurit TNI perempuan tidak akan mengganggu peraturan internal TNI.
“Tidak ada aturan dalam TNI yang akan terganggu jika peraturan menggunakan jilbab diberlakukan. Perlu diingat, jilbab dalam TNI hanya diperuntukkan bagi mereka yang ingin menjalankannya. Bagi yang tidak, tidak ada paksaan,” ujarnya.
Dirinya juga berpendapat bahwa aturan berjilbab bagi TNI dapat mendorong soliditas secara umum. Selain keseragaman tata cara penggunaan jilbab, kesempatan untuk menjalankan kewajiban agama secara penuh pun bisa terakomodasi.
“Peraturan seperti ini memiliki tujuan dan dampak positif. Aturan ini tidak merugikan TNI,” pungkas Saleh.