KPK Didesak Kerja Sama dengan 126 Lembaga Negara

Antara/Yudhi Mahatma
Fahri Hamzah
Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Korupsi seharusnya tidak ada lagi di negara demokrasi. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dalam sistem demokrasi yang dianut Indonesi saat ini, seharusnya korupsi sudah tidak ada lagi. Sebab, ini karena dalam berdemokrasi semua menjadi terbuka. Kalaupun saat ini terlihat masih banyak korupsi, menurutnya hal itu karena keterbukaan demokrasi sehingga membuat masyarakat bisa melihat, membaca dan mengomentarinya.

“Sistem otoriter tertutup, karena tertutup maka di dalamnya ada korupsi. Dan karena ada korupsi di dalamnya bangsa ini menuntut demokrasi. Lalu kita bangun sistem demokrasi sehingga bangsa ini menjadi bangsa yang full demokratis. Sistem demokrasi itu artinya sistem terbuka atau terbentuk open society. Ketika sistem ini terbuka, maka ketidaksempurnaan sistem itu terbaca dan dikomentari. Efeknya harusnya korupsi hilang,” ujar Fahri Fahri dalam diskusi “Menimbang Eksistensi KPK” di Jakarta, Kamis (20/8).

Menurut Fahri, kasus korupsi terlihat banyak terbongkar bukan penanda bahwa korupsi merajalela. Namun, hal ini disebabkan karena sistem demokrasi mampu membuka semua hal. Yang paling berbahaya dari situasi seperti ini, kata Fahri adalah seolah semua itu adalah kondisi yang luar biasa. Padahal keadaan justru semakin membaik.


“Terima parcel dianggap korupsi, grativikasi dianggap korupsi, daftar kekayaan dianggap korupsi. Padahal Nabi Muhammad pun mengajarkan kepada umatnya untuk saling memberi hadiah,” kata dia.

Fahri mengatakan, berdasarkan UU 30 tahun 2002 tentang KPK, KPK memiliki tugas utama adalah koordinasi dan monitoring lembaga yang ada. Menurutnya, KPK semestinya bekerja sama dengan Ombudsman dan juga 126 lembaga negara lainnya. Ketidakberesan dalam keuangan negara seharusnya dilacak dengan audit dan bukan dengan alat sadap.

”Lihat saja bagaimana laporan BPK tidak pernah ditindaklanjuti oleh KPK dan malah menyadap tanpa aturan. Harusnya KPK itu bergerak dari hasil audit BPK atau BPKP dan bukan menyadap. Yang jelas hasil audit tidak ditindaklanjuti, tapi yang tidak jelas malah disadap.Yang namanya korupsi dasarnya itu audit bukan penyadapan,” kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler