Pemerintah Gaza Dukung Komite Nonpartisan Kelola Gaza Pascaperang

Gencatan senjata Hamas Israel akan memasuki fase kedua.

REUTERS/Hatem Khaled
Warga Palestina berbuka puasa bersama diantara reruntuhan rumah dan bangunan di Rafah, Jalur Gaza selatan, Sabtu (1/3/2025). Pasca gencatan senjata, warga Palestina menjalani bulan suci Ramadhan dengan lebih baik jika dibandingkan tahun sebelumnya. Meski hidup ditengah kondisi kota yang hancur, namun pada Ramadhan tahun ini warga Palestina di Gaza bisa melakukan buka puasa dan ibadah Ramadhan bersama dengan tenang.
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA- Kantor media pemerintah Gaza pada Kamis (7/3/2025) menegaskan kembali dukungannya atas upaya membentuk komite nonpartisan yang terdiri dari "teknokrat" untuk mengelola Jalur Gaza pascaperang.

"Kami menyambut semua upaya meringankan penderitaan rakyat kami di tengah perang pembantaian yang sedang dilancarkan oleh pendudukan (Israel), termasuk pengaturan untuk mengelola Gaza melalui komite yang dibentuk oleh tokoh dan pakar nasional yang independen," kata Salama Marouf, yang mengepalai kantor yang dikelola Hamas, dalam sebuah pernyataan.

Marouf mengatakan kantor media sepenuhnya siap mendukung upaya ini "selama upaya tersebut melayani kepentingan rakyat di Gaza dan mengakhiri perpecahan politik."

Baca Juga


"Struktur administratif dan staf pemerintah siap untuk melaksanakan rencana dan visinya," tambahnya.

Dalam KTT darurat Arab yang diselenggarakan oleh Mesir tentang Gaza pada Selasa (4/3/2025), para pemimpin dalam kesimpulan akhir menegaskan kembali tentang kebutuhan mendesak untuk sepenuhnya melaksanakan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan, yang akan mengakhiri perang Israel secara permanen dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza.

KTT tersebut juga menyetujui rencana lima tahun senilai 53 miliar dolar AS (sekitar Rp865,5 trilyun) untuk membangun kembali Gaza tanpa menggusur penduduknya.

Rencana tersebut mencakup pembentukan komite administrasi Gaza yang terdiri dari "teknokrat" nonpartisan untuk menjalankan Gaza selama masa transisi 6 bulan di bawah naungan pemerintah Palestina.

Sebelumnya, Pemerintah Amerika Serikat mengatakan sedang terlibat dialog langsung dengan kelompok perlawanan Palestina, Hamas, dan menegaskan bahwa komunikasi itu dilakukan demi kepentingan AS.

Juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt pada Rabu (5/3/2025) mengatakan kepada pers bahwa dialog itu masih berlangsung dan pihaknya terus berkonsultasi dengan Israel mengenai hal tersebut.

BACA JUGA: Tumben Israel Mau Gencatan Senjata Ramadhan, Ternyata Ini ‘Udangnya’ yang Ditolak Hamas

Namun, dia menolak membeberkan apa saja yang dibahas dalam dialog tersebut, apakah hanya membahas upaya pembebasan warga Israel yang masih disandera oleh Hamas atau mencakup pula usulan Presiden Donald Trump agar AS mengambil alih Jalur Gaza.

"Dialog dan pembicaraan dengan orang-orang di seluruh dunia demi kepentingan AS telah dibuktikan oleh Presiden yang meyakininya sebagai niat baik untuk melakukan apa yang benar bagi rakyat Amerika," kata Leavitt.

Sebelumnya pada Rabu, Axios melaporkan adanya sejumlah pembicaraan rahasia di Qatar dalam beberapa pekan terakhir.

Poin Kesepakatan Gencatan Senjata - (Republika)

 

Adam Boehler, utusan presiden AS untuk urusan sandera, disebutkan memimpin delegasi AS dalam pembicaraan itu, dan Leavitt membenarkan laporan portal berita itu.

Kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tawanan tahap pertama, yang diterapkan sejak 19 Januari, sempat menghentikan agresi Israel di Jalur Gaza, tetapi sekarang tidak berlaku lagi.

Pasalnya, pemimpin Israel Benjamin Netanyahu menolak negosiasi kesepakatan tahap kedua dan justru meminta perpanjangan tahap pertama.

Sebaliknya, Hamas menuntut negosiasi dilakukan untuk tahap kedua gencatan senjata yang mencakup penarikan penuh pasukan Israel dan diakhirinya perang.

Akar masalah

Kantor Informasi Pemerintah di Gaza pada Kamis menanggapi ancaman Presiden AS Donald Trump terhadap Hamas dengan mengatakan bahwa yang menjadi akar masalah adalah pendudukan Israel atas wilayah Palestina, bukan Hamas.

"Rakyat kami atau perlawanan di Gaza tidak pernah menjadi masalah. Masalahnya selalu pada pendudukan (Israel)," demikian pernyataan Selame Maruf pada X.

Maruf kemudian mengkritik pernyataan Trump, yang menurutnya "memberikan dukungan dan dorongan mutlak kepada penjahat perang (pemimpin otoritas Israel Benjamin) Netanyahu, dengan memberinya kekuasaan dan kemampuan untuk terus melakukan kejahatan terhadap 2,4 juta orang."

"Apa yang terjadi hari ini di Tepi Barat dan Yerusalem adalah bukti nyata dari hal ini," tambahnya.

BACA JUGA: Mengapa para Pembenci Membakar Alquran dan Justru yang Terjadi di Luar Dugaan?

Sebelumnya, Trump mengeluarkan peringatan keras kepada Hamas, menuntut pembebasan segera semua sandera yang ditahan di Gaza, dengan mengancam konsekuensi berat jika tidak mematuhinya.

"Bebaskan semua sandera sekarang, jangan nanti, dan segera kembalikan semua mayat orang-orang yang kalian bunuh, atau semuanya akan BERAKHIR bagi kalian," katanya dalam sebuah unggahan di platform Truth Social miliknya.

400 Hari Genosida di Gaza - (Republika)

Trump juga berjanji memberikan dukungan penuh kepada Israel.

"Saya akan mengirimkan Israel semua yang dibutuhkannya untuk menyelesaikan tugasnya, tidak ada satu pun anggota Hamas yang akan aman jika kalian tidak melakukan apa yang saya katakan."

Dia juga mengancam para pemimpin Hamas untuk meninggalkan Gaza selagi "masih memiliki kesempatan," dan menyebutnya sebagai "peringatan terakhir" bagi mereka.

Trump selanjutnya mengancam rakyat Gaza, dengan mengaitkan masa depan mereka dengan nasib para sandera.

"Masa Depan yang indah menanti, tetapi tidak akan terjadi jika kalian menahan sandera. Jika kalian melakukannya, kalian mati! Buatlah keputusan yang Cerdas."

Dia mengakhiri pernyataannya dengan pesan yang tegas: "Bebaskan sandera sekarang, atau akan ada neraka yang harus dibayar nanti!"

Hampir 48.400 warga Palestina telah gugur, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 111 ribu lainnya terluka dalam perang brutal Israel sejak Oktober 2023.
Serangan gencar, yang membuat daerah kantong itu hancur, dihentikan berdasarkan perjanjian gencatan senjata yang berlaku pada 19 Januari.

Sebelumnya pada November lalu, Mahkamah Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong itu.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler