DPR Fokus Ubah Ancaman Pidana Pasal Pencemaran di UU ITE
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan Komisi I DPR RI menargetkan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik selesai pada Juni 2016. Saat ini dari 62 daftar inventarisasi masalah (DIM) di Revisi UU ITE, 12 sudah disepakati dan 50 sisanya akan terus didalami sebelum masa sidang DPR berakhir pada 30 April.
"Tanggal 20 April dibahas di panja, setelah reses ada pembahasan lagi dua kali, baru masuk tahap komisi, kemudian pendapat akhir dari fraksi-fraksi terus ketok berupa draft, awal Juni molor-molornya pertengahan Juni, jadi akhir Juni diselesaikan," kata Wakil Komisi I DPR-RI, TB Hasanuddin di Rapat Kerja Komisi I dengan Menkominfo, Rabu (13/4).
Ia mengatakan, dari 50 DIM yang masih dalam pembahasan, salah satu fokus DPR dan Pemerintah yakni perubahan Pasal 27 ayat 3 UU ITE perihal penghinaan dan pencemaran nama baik. Menurutnya, pasal tersebut menjadi salah satu hal paling krusial dalam dunia cyber.
"Yang soal pidana itu, masih tarik ulur, pidana 5 tahun apa dibawah 5 tahun, tangkap langsung atau bukti dulu," ujarnya.
Lantaran itu, pembahasan nantinya juga akan melibatkan para pakar di bidangnya masing-masing. Komisi I DPR sendiri menurutnya, belum punya satu sikap terkait hal tersebut.
"Maka nanti didiskusikan bareng seperti apa, juga pertimbangkan suara publik, dan melindungi HAM juga, kan emang penyalahgunaan ada konsekuensi, tapi kita juga lindungi kebebasan meski ada juga hak dilindungi," katanya.
Sementara, Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara mengatakan, fokus pemerintah mengubah pasal 27 ayat 3 guna mencegah adanya multitafsir dari ancaman pidana dari adanya pasal tersebut.
"UU yang berlaku saat ini itu kan 6 tahun yah, ketentuan pidana diatas lima tahun istilahnya kan ditahan lebih dulu baru dimintai keterangan, agar menghilangkan multi tafsir dari pasal ini, kita turunkan menjadi di bawah lima atau 4 tahun," kata Rudiantara.
Sehingga jika ancaman pidana dari pasal tersebut diubah, setidaknya pihak yang terkait tidak ditahan dahulu baru kemudian diperiksa penegak hukum. Selain itu, dalam perubahan pasal juga delik yang dipakai adalah delik aduan.
"Jadi tunggu jika ada yang merasa dirugikan, yang bersangkutan melaporkan ke pihak berwajib atau berwenang, sebelumnya itu kan delik umum jadi tanpa yang ngadu pun bisa, intinya itu, makanya disesuaikan dgn KUHP," ujarnya.