DPR Minta Mentan Jelaskan IPOP
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- DPR akan memanggil Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman untuk meminta penjelasan mengenai implementasi Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP). Termasuk terkait rencana pembubaran komitmen perusahaan sawit besar yang dinilai menghambat industri sawit tersebut.
“Kita sudah agendakan untuk panggil Mentan. Hari Kamis (14/4) besok kita rapat dengar pendapat (RDP) dengan Mentan. Kita akan minta penjelasan Mentan,” ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron di Jakarta, Rabu (13/4).
Menurut Herman, apabila implementasi IPOP tersebut banyak menimbulkan masalah di lapangan, sebaiknya pemerintah melarangnya. Kementerian Pertanian (Kementan) pun harus bersikap tegas terhadap IPOP.
“Kami akan back up itu. Konsen kami adalah para petani yang jumlahnya lebih banyak,” tegas Herman.
Menurut Herman, standar lingkungan yang diterapkan IPOP terlalu tinggi untuk diikuti petani. Jika petani tidak bisa mengikuti standarisasi yang dibuat IPOP, bisa dipastikan harga tandan buah segar (TBS) petani sulit laku. Sebab, hampir semua tata niaga kelapa sawit nasional dikuasai perusahaan-perusahaan yang ikut menandatangani IPOP tersebut.
Kondisi ini, kata Herman Khaeron, akan sangat berbahaya bagi petani. Karena itu, pemerintah dan pelaku usaha sawit di Indonesia hendaknya berpatokan saja pada standarisasi yang dimiliki pemerintah Indonesia, yakni Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
“Kita ini sudah punya ISPO, kenapa musti pakai standarisasi yang dibuat orang lain? Pihak berwenang membuat regulasi itu kan pemerintah atas seizin dewan, bukan swasta,” kata Herman.
Apalagi, Herman melanjutkan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan IPOP berpotensi menjadi sarana kartel. Jika hal itu benar, maka IPOP sangat berbahaya bagi Indonesia. “Pemerintah harus tegas melarang implementasi IPOP di Indonesia,” katanya.