Ketua DPR: Jangan Ada Tebang Pilih dalam Pelaksanaan Hukuman Mati
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) menunda pelaksanaan eksekusi terhadap 10 orang terpidana mati. Pada Jumat (28/7) dini hari, hanya empat terpidana yakni Humphrey Ejke (asal Nigeria), Seck Osmane (Senegal), Freddy Budiman (Indonesia), Michel Titus Igweh (Nigeria), yang dieksekusi di Pulau Nusakambangan.
Ketua DPR RI, Ade Komarudin meminta Kejakgung dapat segera melanjutkan pelaksanaan eksekusi terhadap 10 terpidana mati, karena hal itu telah sesuai dengan keputusan hukum yang ada. Ia berharap Kejakgung tidak tebang pilih dalam melakukan eksekusi mati tersebut.
''Bila tidak ada novum, tidak bisa diubah, harus tetap dieksekusi. Menurut saya, jangan sampai nanti tidak dilakukan (eksekusi mati), malah jadinya tebang pilih. Masyarakat nanti menuntut keadilan dan hal itu dikatakan tidak adil. Itu tentu tidak bagus dalam penegakan hukum kita,'' katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (28/7).
Akom pun menyatakan, sempat mengikuti perkembangan proses eksekusi hukuman mati dari layar televisi pada Jumat (27/7) dini hari tadi. Tidak hanya itu, politikus Partai Golkar itu yakin, penundaan pelaksanaan mati tersebut terjadi karena adanya masalah teknis, terutama kondisi cuaca yang dianggap tidak memungkinkan untuk dilaksanakan eksekusi mati terhadap 14 orang tersebut.
''Kalau kemudian hanya empat yang dieksekusi, saya kira tidak ada masalah lain kecuali masalah teknis,'' ujarnya.
Lebih lanjut, Akom menyatakan, Jaksa Agung sejauh ini sudah melaksanakan rencana eksekusi mati dengan sangat rapi. Perencanaan itu, ujar Akom, termasuk dengan memenuhi seluruh persyaratan seperti menghubungi keluarga terpidana mati, menyediakan rohaniawan dari berbagai agama, dan korps diplomatik dari negara asal para terpidana mati tersebut.
''Artinya, beberapa hal yang menjadi alat kelengkapan pengambilan keputusan untuk hukuman mati itu sudah dilalui dengan baik oleh Jaksa Agung,'' ucapnya.