Banggar DPR: Tak Ada Alasan Pemangkasan Anggaran Jilid III
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Anggaran DPR menyatakan tak melihat adanya peluang dan ruang untuk pemangkasan anggaran untuk yang ketigakalinya, demi menyelematkan APBN tahun ini.
Pemangkasan anggaran sebelumnya sempat dikabarkan bakal terjadi lagi menyusul loyonya penerimaan negara dari kebijakan amnesti pajak. Repatriasi dari amnesti pajak saja diproyeksikan hanya akan menembus Rp 180 triliun di akhir 2016, jauh dari angka yang dipasang pemerintah Rp 1.000 triliun.
Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menilai masih ada peluang bagi pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan untuk menggenjot penerimaan negara dari amnesti pajak hingga akhir periode pertama pengampunan pajak September ini.
Dengan mulai meningkatnya jumlah pengusaha yang mulai melaporkan hartanya yang belum tercatat, Said yakin tak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk melakukan pemangkasan jilid III.
"Justru saya tidak melihat akan adanya pemotongan anggaran yang ketiga. Karena melihat animo para pejabat dan pengusaha kita untuk memanfaatkan momentum tax amnesty begitu besar di September ini.
Di sisi lain, Said menyebutkan mulai ada kenaikan raihan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di 2016. Kementerian Keuangan mencatat realisasi PNBP hingga Agustus tahun ini mencapai Rp 160,72 triliun. Meski baru 65,6 persen dari target APBNP 2016 sebesar Rp 245,08 triliun, namun secara tren sejak 2012 memang PNBP menurun 10,1 persen per tahun.
"Pada sisi lain mulai ada peningkatan penerimaan PNBP yang lumayan besar jadi tak ada argumen apapun untuk melakukan pemotongan jilid III," ujar Said.
Sementara pekan lalu Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan memang belum ada rencana pemerintah untuk melakukan pemangkasan anggaran jilid ketiga, menyusul proyeksi penerimaan amnesti pajak yang seret. Menurutnya, masih ada waktu untuk menunggu progress penerimaan pajak dan tercapainya target amnesti pajak.
"Belum dipikirkan seperti itu sekarang (pemangkasan anggaran jilid III)," ujar Sri Mulyani di DPR.