DPR Dorong Pemerintah Perbesar Survei Seismic Surveyor Lokal

Antara
Pengeboran sumur minyak bumi
Red: Angga Indrawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta lebih mendorong kegiatan survey seismic. Ini penting sehingga investor yang mau masuk ke industri migas memiliki gambaran yang jelas mengenai peta cadangan migas untuk kebutuhan eksplorasi. Untuk mengurangi beban bisa yang timbul, pemerintah juga diharapkan mengedepankan jasa survey seismic lokal yang diyakini memiliki harga dan kualitas kompetitif.


Anggota Komisi VII DPR RI, Kurtubi berharap sumber daya lokal harus diutamakan dalam industri hulu dan hilir migas baik onshore maupun offshore. Namun ia pesimistis jika payung hukum dalam dunia migas masih belum memberikan kepastian, realisasi kegiatan seismik migas atau investasi secara umum dalam eksplorasi akan terus anjlok.

“Hal itu akan berdampak juga dengan anjloknya penerimaan dan penemuan cadangan baru migas,” kata Kurtubi dalam keterangan pers, Senin (17/10).

Kurtubi menilai, sistem (UU Migas) yang berlaku sekarang merugikan negara sekaligus investor. “Untuk itu, DPR akan berusaha keras mempercepat revisi UU Migas. Agar banyak hal-hal yang dievaluasi termasuk memprioritaskan kontraktor dan jasa survei lokal baik dalam usaha survei seismik maupun kegiatan usaha lainnya,” kata Kurtubi.

Kurtubi meminta pemerintah untuk menyertakan aspek local content dalam kepengusahaan industri migas seperti yang sedang digalakkan. Ia menyebutkan, beberapa kontraktor lokal baik BUMN maupun kontraktor swasta lainnya harus diberikan porsi lebih dalam berinvestasi jasa survei seismik.

Anggota Komite Energi Nasional (KEN) Rovicky Dwi Putrohari mengungkapkan, ada beberapa kendala dalam realisasi program kerja KKKS dan SKK Migas. Salah satunya memang alasan klasik, rendahnya harga minyak yang tidak diikuti turunnya harga atau biaya yang dikenakan dari perusahaan oil-services.

Menurut Rovicky, dibandingkan dengan harga 2 tahun lalu harga minyak ini sudah sekitar 50%-nya. Namun biaya servis masih bertahan di sekitar 60-70 Dollar AS per barrel harga saat itu. “Selain itu karena beberapa kapal serta tool/equipment yang sudah terlanjur dieksport menjadikan biaya mobilisasi lebih tinggi,” ungkap Rovicky.

Artinya, lanjut Rovicky, operator migas tidak mampu menurunkan biaya setara dengan turunnya harga minyak. “Tentunya issuenya menjadi sensitif ketika cost recovery perbarel ekivalen menjadi relatif tinggi,” ujarnya.

Sementara itu, anggota Komisi VII DPR RI Satya Wirayudha menilai menurunnya kegiatan seismik dan non seismik Ini tidak terlepas dari suasana iklim investasi, di saat harga minyak turun. “Kita tetap meminta kepada Pemerintah, SKK Migas ataupun otoritas lain memberikan kemudahan-kemudahan agar investasi yang harus dilalui yaitu eksplorasi, yang didahului oleh seismik tentunya itu bisa dijalankan dengan baik,” ucap Satya yang juga Politikus Golkar tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler