DPR Dukung Percepatan Reformasi Perpajakan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR berupaya untuk segera menyelesaikan rancangan undang-undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPn). Ketiga RUU ini rencananya akan diselesaikan pada 2017.
Anggota Komisi XI Indah Kurnia mengatakan, reformasi perpajakan di tubuh pemerintahan memang harus dilakukan secara menyeluruh. Semuanya harus sinkron satu sama lain. Artinya tidak boleh ada satupun undang-undang yang tidak berkaitan dan malah menjadi penghalam perbaikan sistem perpajakan.
"Semua undang-undang harus saling terkait dan bersinergi. Ketika UU KUP Lolos, maka undang-undang yang lain juga harus diikutsertakan," ujar Indah dalam diskusi 'refleksi 2 tahun Jokowi-JK', Selasa (25/10).
Termasuk dengan RUU Perbankan dan RUU Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang akan dibahas dan diperbaiki agar menunjang perbaikan sistem perpajakan di dalam negeri. Untuk RUU perbankan, ini sangat penting dengan keterbukaan informasi yang bisa memberikan jalan kepada Dirjen Pajak dalam mengawasi dan melihat wajib pajak mana yang selamana ini tidak membayar pajak secara benar.
Sebab selama ini banyak data yang dimiliki wajib pajak disimpan dan bank dan tidak bisa diakses secara mudah oleh Dirjen Pajak. Padahal data tersebut penting demi menumbuhkan nilai pajak yang selama ini sangat kecil. Selain itu terdapat RUU PPATK yang akan diubah diharap bisa memberikan pengaruh yang baik dalam sistem perpajakan Indonesia.
Perombakan semua undang-undang, lanjut Indah, sudah seharusnya didukung oleh semua pihak termasuk DPR. "Habis reses, kita akan lebih intens lagi untuk membahas dengan pemerintah, khususnya RUU KUP dan Perbankan. Ini juga terkait dengan tax amnesty," ungkapnya.
Dengan berakhirnya program tax amnesty pada Maret 2017, Indah berharap kedua RUU yang nantinya akan dibahas juga ikut selesai. Sehingga ada tindak lanjut setelah program tax amnesty sebagai reformasi perpajakan.