Impor Garam Berpotensi Mematikan Petani

Republika/Lilis Sri Handayani
Tumpukan garam impor tampak menggunung di sebuah gudang yang terletak di dekat exit tol Kanci, Kabupaten Cirebon.
Rep: Ali Mansur Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga, heran terhadap impor garam yang dilakukan Pemerintah Indonesia. Pasalnya Indonesia memiliki garis pantai sangat panjang, namun malah mengalami kelangkaan garam.

Dia mengingatkan impor berpotensi mematikan petani garam dalam negeri. "Harus ada perubahan kebijakan. Jika kebijakan pemerintah importasi garam tidak dibatasi akan mematikan petani garam lokal karena dari kualitas dan harga kalah bersaing dengan garam impor," kata politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini saat dihubungi melalui pesan singkat, Rabu (2/8).

Yoga mengatakan pemerintah membagi garam berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015 menjadi dua yakni garam industri dan garam konsumsi.  Garam industri adalah garam yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk kebutuhan industri dengan kadar natrium klorida paling sedikit 97 persen dihitung dari basis kering.


Sedangkan garam konsumsi adalah garam untuk kebutuhan konsumsi dengan kadar natrium klorida paling sedikit 94,7 persen atau di bawah 97 persen dihitung dari basis kering. Sementara produk garam lokal biasanya kadar natrium klorida-nya kurang dari 97 persen.

"Menteri KKP, Susi Pujiastuti beberapa kali mengatakan bahwa di negara eksportir garam tidak ada istilah garam industri dan garam konsumsi karena kandungan garam mereka kadar NaCl-nya paling rendah 97 persen," ujarnya.

Terkait kelangkaan garam di Indonesia, Yoga menyebut saat ini di daerah produsen garam (Madura, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur) tengah terjadi musim kemarau basah sehingga para petani garam tidak bisa memproduksi garam. Proses produksi garam lokal itu tergantung sinar matahari dan angin. Jika sinar matahari tidak cukup dan sering hujan, maka garam tidak bisa dipanen. "Karena perubahan cuaca maka garam lokal tidak dapat diproduksi," kata Yoga.

Dia mengatakan garam impor tahap pertama pada 2017 sebesar 75 ribu ton yang sudah tersebar di beberapa perusahaan masih diberi garis polisi. Baresrim Mabes Polri menduga terjadi maladministrasi yang dilakukan PT Garam yaitu berupa pemalsuan dokumen garam industri yang dikemas dan didistribusikan menjadi label garam konsumsi.

"Karena garam impor tahap pertana menjadi barang bukti maka tidak dapat didistribusikan," kata Yoga.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler