Komisi VIII: Rekomendasi Mubaligh tak Tepat dari Kemenag
Penilaian soal mubaligh justru lebih tepat menjadi domain organisasi keagamaan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily meminta Kementerian Agama mencabut rekomendasi 200 mubalig atau penceramah yang dikeluarkan baru-baru ini. Ace menilai akan lebih tepat jika rekomendasi mubaligh tersebut dikeluarkan organisasi keagamaan. Apalagi saat ini rilis tersebut menjadi polemik di masyarakat.
"Sekarang sebaiknya dicabut saja, kemudian Kemenag menyerahkan kepada organisasi-organisasi keagamaan atau organiasi keislaman," ujar Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5).
Menurut Ace, penilaian soal mubaligh justru lebih tepat menjadi domain organisasi keagamaan. Sebab organisasi keagamaan justru lebih objektif menilai mubaligh mulai dari persoalan NKRI, moderatis, dan juga terkait toleransi.
Berbeda hanya jika rekomendasi dikeluarkan oleh Kementerian Agama, dari pemerintah, cenderung dinilai tidak netral. "Karena kalau itu sudah menjadi domain Kementerian Agama maka dikhawatirkan Kementerian Agama dinilai tidak Netral, kan negara ini kan harus berdiri di semua golongan," ujar Ace.
Karenanya, Ace yang juga Ketua DPP Partai Golkar tersebut meminta agar Kemenag tidak terlalu ikut campur mengurusi hal-hal yang bukan menjadi ranah Pemerintah. Ia menilai akan lebih tepat jika penilaian tersebut berasal dari masyarakat yakni organisasi masyarakat sendiri.
Terlebih dalam rekomendasi tersebut, Kementerian Agama tidak menjabarkan secata detail terkait indikator, kriteria maupun parameter dari 200 nama mubaligh tersebut. "Itu sebetulnya domain MUI, domain NU dan Muhammadiyah, domain IAIN, UIN, Pesantren, biar jadi domain mereka. Jangan Kementerian Agama terlalu berpretensi dan ikut campur terhadap hal-hal yang bukan ranahnya. Menurut saya lebih objektif karena itu adalah urusan masyarakat sendiri," kata Ace.