Menimbun Masker, Apa Hukumnya?

Dalam pandangan hukum positif dan agama, tindakan menimbun tak dibenarkan.

Antara Foto
Perbuatan menimbun sangat dilarang dalam Islam. Polisi sedang memeriksa pabrik masker. (Antara Foto)
Red: Heri ruslan

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh Imam Nur Suharno

Baca Juga


Sejak merebaknya wabah virus corona jenis baru (Covid-19), masyarakat memburu masker dan hand sanitizer. Akibatnya, stok kedua barang tersebut menipis dan harganya meroket.

Meroketnya harga kedua barang tersebut diduga karena adanya aksi penimbunan yang dilakukan oknum tertentu. Dalam pandangan hukum positif dan agama, tindakan menimbun tak dibenarkan.

Dalam hukum positif, oknum yang mengambil keuntungan dengan menimbun barang dapat dijerat Pasal 107 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. "Pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat dan/atau terjadi hambatan kelangkaan lalu barang, lintas gejolak perdagangan harga, barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)."

Perbuatan menimbun sangat dilarang dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa menimbun bahan makanan selama 40 hari, maka sungguh Allah tidak lagi perlu kepadanya." (HR Ahmad, Hakim, Ibnu Abu Syaibah dan Bazzar). Rasulullah SAW menentang keras sifat ananiyah (egois), yaitu sifat yang mendorong ketamakan untuk menumpuk kekayaan dan memperkaya diri di atas penderitaan orang lain.

"Sejelek-jelek manusia ialah orang yang suka menimbun, jika dia mendengar harga murah merasa kecewa, dan jika mendengar harga naik merasa gembira.” (HR Ibnu Razikh). Dalam hadis yang lain, beliau SAW bersabda, "Tidak ada orang yang menimbun barang kecuali orang-orang yang durhaka (salah)." (HR Muslim).

Rasulullah SAW melarang menimbun (ikhtikar) dalam keperluan pokok manusia (HR al-Atsram). “Orang-orang jalib (yaitu orang-orang yang menawarkan barang dan menjualnya dengan harga ringan) itu diberi limpahan rezeki dan penimbun dilaknat.” (HR Ibnu Majah dan Hakim).

Yang pasti, perbuatan penimbunan dilarang oleh syariat karena dapat merugikan banyak pihak, terutama masyarakat. Penimbunan juga dapat mengganggu stabilitas ekonomi suatu negara, terutama yang berhubungan dengan bahan pokok. Orang-orang yang terlibat dalam penimbunan pun juga dilaknat oleh Allah SWT.

Karena itu, “Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS al-Maidah [5]: 2). Wallahu a’lam

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler