Hotel dan Restoran Yogyakarta Masih Pungut Pajak Konsumen
Pungutan pajak masih diberlakukan karena belum ada kepastian terkait kebijakan.
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Yogyakarta menyatakan, pelaku usaha yang tergabung dalam institusi tersebut tetap memungut pajak kepada konsumen. Hal tersebut tetap dilakukan karena belum ada kepastian kebijakan insentif pajak yang sempat disampaikan pemerintah pusat.
“Sampai sekarang kami masih menunggu kebijakan dan kejelasan dari pemerintah daerah. Karena belum ada keputusan apapun, maka kami tetap menarik pajak ke tamu hotel dan restoran,” kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Deddy Pranawa Eryana di Yogyakarta, Senin (9/3).
Berdasarkan informasi yang diperoleh PHRI, Deddy mengatakan, pemerintah kota dan kabupaten di DIY juga masih menunggu petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari pemerintah pusat terkait insentif pajak hotel dan restoran. Pasalnya, kebijakan ini akan dilakukan mulai Maret selama enam bulan.
Jika insentif pajak diterapkan, maka pelaku usaha hotel dan restoran bisa menurunkan tarif sewa kamar dan harga makanan yang harus dibayarkan konsumen sebesar 10 persen atau sesuai nilai pajak hotel dan restoran yang selama ini dibebankan ke konsumen. Saat ini, Deddy mengatakan, rata-rata okupansi hotel di DIY mencapai sekitar 30-35 persen dari total kamar atau turun dari periode yang lalu sebesar 45-50 persen.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan, belum memperoleh informasi apapun mengenai penerapan insentif pajak hotel dan restoran seperti yang pernah disampaikan pemerintah pusat sebagai salah satu upaya menghadapi dampak COVID-19 di bidang pariwisata. Pasalnya, saat ini musim liburan masih masuk kategori low season.
“Saat ini memang masuk ‘low season’. Tetapi, kunjungan wisata di Yogyakarta masih cukup baik atau bisa dibilang agak lebih baik dibanding tahun lalu,” katanya.
Menurut dia,hal tersebut disebabkan kunjungan wisata di Yogyakarta masih didominasi wisatawan domestik. Heroe memperkirakan, masa ‘low season’ wisata akan berlangsung hingga April sampai Mei karena memasuki bulan puasa.
“Untuk saat ini, pajak tetap dipungut karena pajak adalah kewajiban. Jika ada kebijakan dari pusat, maka kami siap melaksanakannya meskipun sampai sekarang belum ada kejelasan apapun,” katanya.