Korban Penembakan Christchurch Masih Berjuang Pulihkan Diri
Sembilan peluru menembus tubuh korban penembakan Christchurch, Temel Atacocugu.
REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Menandai satu tahun sejak serangan terhadap Masjid Al Noor dan Masjid Linwood di Christchurch, Selandia Baru, Temel Atacocugu masih berjuang dalam pemulihan kondisi fisik dan mentalnya. Temel menjadi salah satu korban penembakan dalam peristiwa serangan yang terjadi pada 15 Maret 2019.
Ia terkena tembakan sembilan kali, namun ia masih bertahan hingga kini. Peristiwa itu telah menewaskan 51 orang dan banyak lainnya yang terluka dan mengalami trauma. Kini, menjelang satu tahun tragedi penembakan itu, Temel memberikan pesannya untuk negara yang ia tinggali, Selandia Baru, dalam wawancara terbarunya dengan RNZ.
"Tolong jangan membenci kami, karena kami adalah orang yang tidak bersalah dan kami hanya ingin kehidupan yang baik. Selandia Baru adalah rumah kami juga," pesan Temel, seperti dilansir di Newshub, Selasa (10/3).
Sejak penembakan itu, Temel telah keluar-masuk ruang operasi dan menjalani konseling. Radio nasional Selandia Baru RNZ telah mendokumentasikan perjuangan Temel. Dalam wawancara pertamanya pada awal April 2019, Temel mengungkapkan ia mengalami cedera pada wajahnya, lengan, lutut kanan, dan kaki kirinya, serta di antara pinggulnya.
"Saya memiliki sembilan peluru di tubuh saya," ujar Temel kala itu.
Dia baru saja dipindahkan ke rumah sakit Burwood dari rumah sakit Christchurch di mana dia berjuang mengatasi kebisingan. Suara yang bising mengingatkannya kembali pada tragedi saat ia menjadi sasaran penembakan di Masjid Al Noor.
"Ketika aku mendengar suara di luar. Semua orang berhenti dan mencoba memahami apa yang sedang terjadi. Ketika saya melihat pria bersenjata menargetkan saya," ujarnya.
Saat itu, Temel membayangkan masa depannya. Meskipun ada jahitan di sisi mulutnya di mana peluru pertama menghantamnya, namun ia perlahan mencoba tersenyum ketika berbicara. Temel menjadi lebih bergairah ketika ia membicarakan soal sepak bola, salah satu kegemarannya.
"Saya sudah melihat masa depan saya cerah. Saya merasa dilahirkan kembali. Ulang tahun baruku adalah 15 Maret 2019," katanya.
Namun demikian, harapan itu akan terus diuji ke depan. Sebab, Temel akan kembali ke rumah sakit untuk menjalani lebih banyak operasi dan temu janji dengan ahli fisioterapis Helen di CDHB.
Meski menjadi korban penembakan yang masih mampu bertahan hingga kini, namun itu tidak menyurutkan niatnya kembali berkunjung ke Masjid Al Noor. Dia berkomitmen kembali ke masjid itu, meskipun secara fisik kesakitan dan masih berjuang secara mental.
"Ini adalah kedua kalinya saya, tetapi setiap kali saya datang saya perlu minum pil untuk menenangkan diri karena saya cukup gugup datang ke sini. Tetapi setiap kali saya datang ke sini jadi lebih mudah," ujarnya.
Hal yang menjadi kekhawatiran Temel selama setahun terakhir adalah masalah finansial. Temel adalah salah satu pemilik Ottoman Kebabs, sebuah toko kebab kecil di kompleks ENTX Hoyts di pusat Christchurch.
Dia sudah bekerja lama di sana. Namun karena penembakan itu, ia terpaksa tinggal di rumah lantaran cedera. Pada Maret tahun ini, Temel belum bisa bekerja kembali. Ia bergantung pada asuransi personal ACC untuk bertahan hidup.
Temel tidak akan bisa kembali bekerja dalam waktu dekat. Dia dan rekan bisnisnya, yang harus bekerja lebih keras, harus mempekerjakan lebih banyak staf. Hal ini dirasa menjadi masalah, sebab ia membutuhkan dua orang lagi. Dengan demikian, semua keuntungan akan diberikan kepada staf.
"Saya tidak bisa kembali ke pekerjaan saat ini, saya tidak bisa mengurus bisnis. Mitra bisnis saya memiliki dua bisnis sehingga dia juga lelah," ujarnya.
Satu tahun kemudian, Temel mengaku ia memiliki beberapa keputusan sulit nantinya. Ia tengah mempertimbangkan kemungkinan menjual bisnisnya, dan menggunakan hasilnya untuk membantu membayar hipotek rumah yang dia harapkan untuk dibeli.
Meskipun, keputusan akhir tentang itu belum diambil. Dia juga berharap semakin memperbaiki hubungannya dengan dua anak remajanya.
"Prioritas saya adalah menjaga diri sendiri dulu, tetapi saya ingin memperbaiki hubungan dengan anak-anak saya. Ketika saya termotivasi, saya bahagia, dan ketika saya bahagia saya adalah ayah yang baik, tetapi tentu saja ketika saya memakai antidepresan atau penghilang rasa sakit, sulit bagi saya," katanya.
Temel menambahkan, dirinya adalah sosok bahagia dan memiliki jiwa sosial. Ia lantas mengungkapkan harapannya kembali bahagia. Ia juga berharap tragedi seperti di Christchurch tidak akan pernah terjadi lagi.
"Saya harap ini tidak pernah terjadi lagi, kekerasan tidak baik," ujarnya.