Memandikan Jenazah Korban Corona Menurut Fikih Klasik

Jenazah korban corona tetap harus dimandikan dengan ketentuan khusus.

The Central Hospital of Wuhan via Weibo/Hando
Jenazah korban corona tetap harus dimandikan dengan ketentuan khusus. Ilustrasi pasien corona.
Rep:  Ali Yusuf  Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pemerintah telah mengumumkan jumlah pasien yang positif virus corona (Covid 19) di Indonesia bertambah 35 orang. Tiga di antaranya dinyatakan telah meninggal dunia. 

Baca Juga


Setelah meninggal apakah virus masih bisa menular?  Spesialis Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit Universitas Indonesia Dr dr Budiman Bela, Sp. MK menerangkan, jenazah yang positif tejangkit virus masih bisa menular. Untuk itu perlu perlakuan khusus terhadap jenazah yang positif terkena salah satu virus.  

"Jenazah masih bisa menular, jawabannya ialah karena cairan tubuh tersebut masih bisa bertahan, daya tahan tubuh ada cairan biologis yang disebut protein bisa melindungi buat dia (virus) bertahan cukup lama," ujar Dr  Budiman di Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (11/3), sebagaimana dikutip dari Antara.  

Lalu bagaimana cara memandikan mayat tersebut? Menurut Direktur Aswaja Center PWNU Jatim, KH Maruf Khozin, jenazah tersebut tetap harus dimandikan.  

"Karena memandikan jenazah bagian dari kewajiban kifayah maka diupayakan dahulu untuk dimandikan," katanya.

Tentunya cara memandinkan zenajah ini tidak sama dengan cara memandikan zenajah yang tidak terkena virus. Jenazah yang terkena virus harus dimandikan orang yang mengerti tentang kesehatan. 

Misalnya dilakukan oleh medis yang telah dilatih dan dilengkapi dengan alat dan sarana," katanya.

Namun, kata Kiai Ma’ruf, jika masih ada kekhawatiran menular maka jalan keluarnya adalah tayamum untuk jenazah tersebut. Artinya jenazah itu tidak dimandikan cukup dilakukan tayamum. 

(ﻗﻮﻟﻪ ﺃﻭ ﺧﻴﻒ ﺇﻟﺦ) ﻋﻄﻒ ﻋﻠﻰ ﺗﻬﺮﻯ ﺃﻱ ﻭﻟﻮ ﻏﺴﻞ ﺗﻬﺮﻯ اﻟﻤﻴﺖ ﺃﻭ ﺧﻴﻒ ﻋﻠﻰ اﻟﻐﺎﺳﻞ ﻣﻦ ﺳﺮاﻳﺔ اﻟﺴﻢ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺮﺩﻱ

"Jika ada jenazah bila dimandikan tubuhnya akan mengelupas atau dikhawatirkan menularnya racun kepada orang yang memandikan, maka jenazah tersebut ditayamumi" (Syekh Ibnu Hajar, Tuhfah Al Muhtaj 3/184)

“Tayamum dengan debu tersebut adalah pengganti memandikan jenazah, setelah jenazah ditayamumkan maka dikafani dan dishalatkan,” kata dia. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler