IDI: Identitas Pasien Positif Covid-19 Boleh Diungkap

Mengungkap identitas pasien positif Covid-19 tak bertentangan dengan hukum

Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih (tiga dari ka
Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih (tiga dari kanan) dan Dewan Pakar PB IDI M Nasser (dua dari pojok kiri) saat konferensi pers sikap IDI dan organisasi profesi kesehatan menyikapi perkembangan hasil rapat dan arahan Ketua BNPB Selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Infeksi COVID-19, di kantor IDI, di Jakarta, Senin (16/3).
Rep: Rr Laeny Sulistyawati Red: Andi Nur Aminah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menegaskan jika mengungkap identitas orang terinfeksi virus novel corona (Covid-19) tidak bertentangan dengan hukum. Sebab, saat ini telah terjadi pandemi Covid-19 secara global.

Baca Juga


Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih mengaku pihaknya sudah mempelajari dan mempertimbangkan kasus ini. "Untuk kemaslahatan dan kepentingan umum maka kami nyatakan membuka rahasia kedokteran dalam kondisi sekarang diperbolehkan dan tidak bertentangan dengan hukum positif peraturan perundang-undangan. Ini untuk kepentingan umum yang kondisinya sudah terjadi pandemi yang mengancam kesehatan masyarakat," ujarnya saat konferensi pers sikap IDI dan organisasi profesi kesehatan menyikapi perkembangan hasil rapat dan arahan Ketua BNPB Selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Infeksi COVID-19, di kantor IDI, di Jakarta, Senin (16/3).

Dengan dibukanya identitas pasien kapada publik, ia menjelaskan pemerintah melalui satuan tugas penanganan Covid-19 bisa lebih efektif melakukan contact tracing kepada siapapun yang diduga akan terjangkit Covid-19. Ia menegaskan, mengungkap data pasien itu termasuk nama hingga dimana tempat tinggalnya jadi hal sangat penting dan mempermudah ketika melakukan contact tracing.

"Sehingga kalau mempermudah contact tracing maka diharapkan segera mengatasi penyakit ini," ujarnya.

Di tempat yang sama Dewan Pakar PB IDI M Nasser menambahkan, memang ada kebijakan pemerintah yang mengatakan rahasia pasien yang perlu dirahasiakan dan tidak bisa dibuka. "Tetapi itu dalam kondisi umum. Kemudian ketika Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi terinfeksi virus itu kemudian ada indikasi pemerintah berubah, maka organisasi profesi kesehatan segera menyampaikan pandangan," ujar pria yang juga Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia itu.

Ia menambahkan, meski kerahasiaan data pasien diatur dalam empat undang-undang (UU) Lex Specialis yaitu pertama, pasal 48 UU Praktik Kedokteran, kedua Pasal 57 UU Kesehatan, ketiga diatur pasal 38 UU RS, dan terakhir diatur di pasal 73 UU 36 tetapi peraturan menteri kesehatan (permenkes) nomor 36 tahun 2012 yang menyatakan rahasia medis bisa dibuka atas nama kepentingan umum. Karena itu IDI meminta pemerintah membuka identitas pasien untuk kepentingan umum.

"Justru pembukaan data pasien (orang terknfeksi Covid-19) berupa nama dan alamat maka orang kemudian tahu kalau sudah komunikasi (dengan orang positif Covid-19) maka akan sangat mudah diketahui orang yang menjalin kontak dan ke rumah sakit. Jadi tidak memudahkan upaya penularan," ujarnya. Apalagi, dia menambahkan, infeksi Covid-19 bukanlah sebuah keadaan yang memalukan sehingga tidak akan mendapatkan stigma dan diskriminasi dari masyarakat.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler