Jokowi Instruksikan Gugus Tugas Covid-19 Terapkan Rapid Test

Rapid test untuk mendeteksi sebanyak mungkin orang dengan risiko terinfeksi corona.

Antara/Hafidz Mubarak
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait Covid-19 di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3). (ilustrasi)
Rep: Sapto Andika Candra Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 segera menjalankan rapid test atau tes cepat untuk mendeteksi dini sebanyak mungkin orang dengan risiko terinfeksi virus corona. Jokowi meminta rapid test ini dilakukan dalam cakupan luas sehingga bisa menjaring lebih banyak spesimen yang diperiksa.

"Agar deteksi dini, kemungkinan indikasi awal seorang terpapar Covid-19 bisa kita lakukan. Saya minta rapid test terus diperbanyak dan juga perbanyak tempat-tempat untuk melakukan tes dan melibatkan RS, baik pemerintah, milik BUMN, pemda, RS milik TNI, polri, dan swasta, dan lembaga riset, dan perguruan tinggi," kata Jokowi dalam sambutan rapat terbatas, Kamis (19/3).

Baca Juga



Sebelumnya, pemerintah melalui juru bicara penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, menyebutkan telah mengkaji penerapan rapid test pemeriksaan virus corona secara cepat. Dia menjelaskan, rapid test yang dilakukan ini memiliki cara berbeda dengan pemeriksaan yang selama ini dilakukan.

"Kami juga rapat di pagi hari bersama Menkes untuk melakukan kajian terkait rapid test seperti di negara lain. Perlu dipahami rapid test ini memiliki cara yang berbeda dengan selama ini yang kita gunakan," kata Yurianto saat konferensi pers, Rabu (18/3).

Yurianto mengatakan, rapid test ini akan menggunakan spesimen darah, tidak membutuhkan spesimen dari tenggorokan. Salah satu keuntungan dari rapid test ini adalah tak dibutuhkan sarana pemeriksaan laboratorium pada biosecurity level dua. Artinya, pemeriksaan rapid test ini dapat dilaksanakan di hampir seluruh laboratorium kesehatan yang ada di rumah sakit Indonesia.

"Hanya permasalahannya adalah bahwa karena yang diperiksa adalah imunoglobulin maka kita membutuhkan reaksi imunoglobulin dari seseorang yang terinfeksi paling tidak seminggu. Kalau belum terinfeksi atau terinfeksi kurang dari seminggu, kemungkinan imunoglobulin akan memberikan gambaran negatif," kata Yurianto.

Jumlah kematian akibat corona di Indonesia diketahui melonjak menjadi 19 jiwa pada Rabu (18/3). Yurianto kemarin mengumumkan secara resmi tambahan 17 kasus kematian baru.

Tambahan jumlah kematian juga diiringi akselerasi angka temuan kasus positif yang totalnya kini menjadi 277 kasus. Sebanyak 55 kasus baru yang diumumkan pada Rabu menjadi lonjakan terbesar sejak dua kasus pertama diumumkan oleh Presiden Jokowi pada 2 Maret 2020.

Dikutip Reuters, Rabu (18/3), juru bicara Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Halik Malik, menggambarkan lonjakan kasus pada Rabu sebagai keadaan luar biasa. Karena itu, menurut dia, pemerintah saat ini harus mengambil tindakan layaknya menangani kondisi pandemi, tidak seperti sebelum-sebelumnya,

Indonesia sebelumnya memang sempat dikritisi terkait kecepatan dan perluasan tes, dengan hanya 1.372 orang yang dites hingga Rabu. Padahal, WHO pada Selasa (17/3) telah mengingatkan negara-negara di Asia Tenggara untuk "segera mengambil tindakan berskala besar untuk memerangi wabah Covid-19".

Langkah Anies dan pemerintah pusat tangkal Corona - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler