OJK Terbitkan Kebijakan Countercyclical bagi Asuransi

Kebijakan countercyclical OJK adalah perpanjangan batas waktu laporan berkala

Antara/Basri Marzuki
Kepala Eksekutif Pengawas IKNB Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi (tengah) menyatakan OJK mengambil tiga kebijakan countercyclical dampak penyebaran wabah Corona, khsususnya bagi perusahaan perasuransian.
Rep: Ali Mansur Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai antisipasi dampak buruk akibat dari penyebaran virus Corona, Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menerbitkan kebijakan countercyclical bagi lembaga jasa keuangan nonbank atau LJKNB. Setidaknya ada tiga poin kebijakan untuk sektor asuransi yang tertuang dalam surat bernomor S-11/D.05/2020.


Dalam surat tertanggal 30 Maret 2020 itu, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi menyebut bahwa penyebaran Corona berdampak kinerja bisnis, stabilitas sistem keuangan, dan pertumbuhan ekonomi. Melihat kondisi itu, OJK mengambil tiga kebijakan countercyclical dampak penyebaran wabah Corona, khsususnya bagi perusahaan perasuransian.

"Pertama, perpanjangan batas waktu penyampaian laporan berkala perusahaan perasuransian kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana telah kami informasikan sebelumnya melalui surat S-7/D.05/2020 tanggal 23 Maret 2020," tulis Riswinandi dalam surat yang diterima Republika.co.id, Senin (30/3).

Kedua, lanjut Riswinandi, pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan atau fit and proper test bagi perusahaan perasuransian dapat dilaksanakan melalui video conference. Untuk kebijakan ketiga yaitu dalam perhitungan tingkat solvabilitas bagi perusahaan asuransi dan reasuransi, baik konvensional maupun syariah. Kemudian aset yang diperkenankan dalam bentuk investasi adalah sukuk atau obligasi syariah yang tercatat di bursa efek.

"Obligasi korporasi yang tercatat di bursa efek, surat berharga negara yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia. Surat berharga syariah yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia," sambung Riswinandi.

Kemudian, Riswinandi menerangkan bahwa pembetasan aset yang diperkenankan dalam bentuk bukan investasi pada tagihan premi penutupan langsung. Termasuk tagihan premi koasuransi, reasuransi, kontribusi tabarru dan ujrah penutupan langsung, serta tagihan kontribusi koasuransi, reasuransi, dan tagihan ujrah reasuransi.

"Tagihan kontribusi reasuransi dan tagihan ujrah reasuransi diperpanjang, dari dua bulan menjadi empat bulan sejak jatuh tempo,"ucap Riswinandi.

Namun hal itu berlaku dengan syarat perusahaan memberikan perpanjangan batas waktu kepada pemegang polis selama empat bulan dan hanya berlaku untuk tagihan premi atau kontribusi yang mulai berlaku sejak Februari 2020. OJK mengatur aset yang timbul dari kontrak sewa pembiayaan dapat diakui sebagai aset yang diperkenankan maksimum, sebesar liabilitas yang timbul dari kontrak sewa pembiayaan.

Riswinandi mengatakan, perusahaan-perusahaan asuransi melaksanakan kebijakan countercyclical tersebut degan memperhatikan prinsip kehati-hatian, manajemen risiko, dan tata kelolan perusahaan yang baik. Lanjutnya, dalam pelaksanaan pengawasan terhadap individual perusahaan perasuransian, pihaknya dapat meminta perusahaan tersebut untuk menerapkan kebijakan yang lebih ketat daripada kebijakan countercyclical

"Dalam rangka pengambilan kebijakan terkait dampak penyebaran Covid-19, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta data dan informasi tambahan kepada perusahaan perasuransian di luar pelaporan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan," terang Riswinandi.

Selanjutnya, menurut Riswinandi, Kebijakan countercyclical sebagaimana dimaksud pada angka 2 yaitumengenai pembatasan aset yang diperkenankan dalam bentuk bukan investasi pada tahihan premi penutupan langsung mulai berlaku pada tanggal 30 Maret 2020. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler