PBB Serukan Paket Ekonomi 2,5 Triliun Dolar AS
PBB serukan paket ekonomi untuk negara berkembang di tengah pandemi Covid-19
REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Badan Perdagangan dan Pembangunan PBB menyerukan paket ekonomi sebesar 2,5 triliun dolar AS untuk dua pertiga dari negara-negara berkembang kecuali China. Hal ini diperlukan sebagai bentuk solidaritas internasional di tengah pandemi global virus corona atau Covid-19.
"Goncangan ekonomi akibat pandemi ini telah melanda negara-negara berkembang. Ini dramatis, bahkan dibandingkan dengan krisis keuangan global 2008," kata laporan UNCTAD dilansir Anadolu Agency, Selasa (31/3).
Sekretaris Jenderal UNCTAD Mukhisa Kituyi menuturkan, kejatuhan ekonomi akibat goncangan tersebut sedang berlangsung dan semakin sulit diprediksi. Namun ada indikasi yang jelas bahwa segala sesuatunya akan jauh lebih buruk bagi negara berkembang sebelum mereka menjadi lebih baik.
Laporan tersebut juga menyerukan pembatalan utang 1 triliun dolar AS tahun ini dari negara-negara berkembang dan penghimpunan 500 miliar dolar AS untuk mendanai Rencana Marshall agar pemulihan kesehatan dijadikan sebagai hibah. Dalam dua bulan sejak virus corona menyebar ke luar China, sebut laporan UNCTAD, negara-negara berkembang tertekan karena terjadi penarikan modal besar-besaran. Termasuk juga ada peningkatan spread obligasi, depresiasi mata uang, dan hilangnya pendapatan ekspor termasuk dari penurunan harga komoditas dan penurunan pendapatan wisatawan.
Direktur Strategi Globalisasi dan Pembangunan UNCTAD, Richard Kozul-Wright, menuturkan negara-negara dengan ekonomi maju telah berjanji melakukan apa pun yang diperlukan agar negara-negara berkembang tidak kehilangan banyak pendapatan. Dia mengatakan jika pemimpin G20 tetap berpegang teguh pada respons global dalam semangat solidaritas, maka harus ada tindakan sepadan untuk enam miliar orang yang tinggal di luar ekonomi inti G20.
UNCTAD mencatat, arus modal yang keluar dari negara-negara berkembang meningkat menjadi 59 miliar dolar dalam sebulan antara Februari dan Maret. Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak. Selain Indonesia ada Brasil, India, Filipina, Afrika Selatan, Korea Selatan, Thailand, dan Turki.
Nilai mata uang negara-negara tersebut terhadap dolar turun antara lima sampai 25 persen sejak awal tahun ini. Harga komoditas, di mana banyak negara berkembang sangat bergantung pada devisa mereka, juga turun drastis sejak krisis dimulai. Penurunan harga keseluruhan mencapai 37 persen pada tahun ini, menurut laporan UNCTAD.