Stimulus Ekonomi: Dari Listrik Gratis Hingga Defisit Melebar
Paket stimulus ekonomi covid-19 membuka pelebaran defisit APBN atas PDB.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Elba Damhuri, Sapto Andika Putra
Paket yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (31 Maret) mengumumkan paket stimulus ekonomi senilai Rp 405,1 triliun untuk menangani wabah covid-19.
Paket stimulus ekonomi ini mencakup semua lini dan kepentingan. Rakyat menjadi prioritas utama, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) juga dapat, perusahaan-perusahaan pun menikmati, dan perang melawan covid-19 semakin memiliki energi.
Paket stimulus ini dianggap penting untuk mencegah krisis ekonomi yang bisa jadi lebih parah dari sebelum-sebelumnya terkait wabah covid-19 ini. Dengan paket ini, pemerintah mencoba memagari gerbang terjadinya krisis ekonomi dan sosial.
Kebijakan ekonomi ini berarti Presiden Jokowi ingin menjaga kondisi keuangan rumah tangga, perusahaan, lembaga-lembaga, dan industri tetap hidup.
Seperti ditulis Paul Krugman, peraih Nobel Ekonomi tahun 2018 asal Amerika Serikat, pola krisis ekonomi kerap terjadi dari lingkaran-lingkaran yang disebutkan di atas yang dia namakan sebagai lingkaran setan (vicious circle).
Sekali abai dengan salah satu lingkaran, misalnya, keuangan rumah tangga, maka itu bisa berdampak sistemik ke lingkaran yang lainnya. Karena itu, neraca keuangan rumah tangga terutama keluarga miskin dan pekerja informal harus diselematkan.
Dari sisi keuangan pun terutama di sektor perbankan paket ekonomi pemerintah cukup akomodatif. Berbagai keringan diberikan mulai dari pajak hingga skenario pembayaran cicilan utang.
Ekonomi sudah pasti terkena hantaman badai wabah covid-19. Namun, semua pihak harus menjaga agar hantaman itu memporakporandakan keadaan.
Berikut ini paket lengkap stimulus ekonomi Presiden Jokowi yang dibungkus dalam Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan:
Pertama, ruang defisit APBN atas Produk Domestik Bruto (PDB) diperlebar. Penerbitan Perppu menganulir sementara penetapan batas aman defisit anggaran yakni tiga persen dari PDB menjadi lebih dari 5 persen.
Relaksasi defisit hanya untuk 3 tahun (2020, 2021 dan 2022). Setelah itu kembali ke disiplin fiskal maksimal defisit 3 persen mulai tahun 2023.
Kedua, ada tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 sebesar Rp 405,1 triliun.
Ketiga, dari total tambahan belanja APBN di atas, ada anggaran Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan. Rinciannya:
- Perlindungan tenaga kesehatan, terutama pembelian APD, pembelian alat-alat kesehatan yang dibutuhkan, seperti test kit, reagen, ventilator, hand sanitizer dan lain-lain sesuai standar yang ditetapkan Kementerian Kesehatan
- Upgrade 132 rumah sakit rujukan bagi penanganan pasien Covid-19, termasuk Wisma Atlet.
- Insentif dokter (spesialis Rp 15 juta per bulan, dokter umum Rp 10 juta), perawat Rp 7,5 juta dan tenaga kesehatan lainnya Rp 5 juta.
- Santunan kematian tenaga medis Rp 300 juta
- Dukungan tenaga medis, serta
- Penanganan kesehatan lainnya.
Keempat, anggaran jaringan pengaman sosial diperbesar dengan tambahan Rp 110 triliun. Rinciannya:
- PKH 10 juta KPM, dibayarkan bulanan mulai April (sehingga bantuan setahun naik 25 persen)
- Kartu sembako dinaikkan dari 15,2 juta menjadi 20 juta penerima, dengan manfaat naik dari Rp 150.000 menjadi Rp 200.000 selama 9 bulan (naik 33 persen)
- Kartu Prakerja dinaikkan dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun untuk bisa meng-cover sekitar 5,6 juta pekerja informal, pelaku usaha mikro dan kecil. Penerima manfaat mendapat insentif pascapelatihan Rp 600 ribu, dengan biaya pelatihan 1 juta.
- Pembebasan biaya listrik 3 bulan untuk 24 juta pelanggan listrik 450VA, dan diskon 50 persen untuk 7 juta pelanggan 900 VA bersubsidi.
- Tambahan insentif perumahan bagi pembangunan perumahan MBR hingga 175 ribu
- Dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok 25 triliun.
Kelima, alokasi insentif perpajakan dan stimulus KUR sebesar Rp 70 triliun.
Keenam, dana Rp 150 triliun dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi. Rinciannya:
- PPH 21 pekerja sektor industri pengolahan dengan penghasilan maksimal 200 juta setahun ditanggung pemerintah 100 persen.
- Pembebasan PPH Impor untuk 19 sektor tertentu, Wajib Pajak Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan wajib Pajak KITE Industri Kecil Menengah
- Pengurangan PPH 25 sebesar 30 persen untuk sektor tertentu Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan wajib Pajak KITE Industri Kecil Menengah
- Restitusi PPN dipercepat bagi 19 sektor tertentu untuk menjaga likuiditas pelaku usaha.
- Penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk semua skema KUR yang terdampak Covid-19 selama 6 bulan.
- Penurunan tarif PPh Badan menjadi 22 persen untuk tahun 2020 dan 2021 serta menjadi 20 persen mulai tahun 2022.
- Dukungan lainnya dari pembiayaan anggaran untuk mendukung pemulihan ekonomi.
Ketujuh, kebijakan nonfiskal seperti penyederhanaan lartas ekspor, penyederhanaan lartas impor, percepatan layanan proses ekspor-impor melalui National Logistic Ecosystem.
Kedelapan, pemerintah dan otoritas terkait mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan sektor keuangan bersama Bank Indonesia dan OJK untuk memberi daya dukung pada perekonomian dan menjaga stabilitas.
Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan stimulus moneter melalui kebijakan intensitas triple intervention, menurunkan rasio Giro Wajib Minimun Valuta Asing Bank Umum Konvensional, memperluas underlying transaksi bagi investor asing, dan penggunaan bank kustodi global dan domestik untuk kegiatan investasi.
Begitu juga OJK memberikan stimulus untuk debitur melalui penilaian kualitas kredit sampai Rp 10 miliar berdasarkan ketepatan membayar dan Restrukturisasi untuk seluruh kredit tanpa melihat plafon kredit. Restrukturisasi kredit UMKM dengan kualitas yang dapat langsung menjadi lancar.
Kesembilan, pemerintah tetap melakukan upaya menjaga pengelolaan fiskal yang hati-hati, Ini meliputi refokusing dan realokasi belanja untuk penanganan covid-19, melakukan penghematan belanja (belanja K/L maupun TKDD) yang tidak prioritas sesuai perubahan kondisi tahun 2020 --sehingga dilakukan penghematan Rp 190 triliun dan termasuk realokasi cadangan sebesar Rp 54,6 triliun.
BACA JUGA: Stimulus Ekonomi Wabah Covid-19: Rupiah Versus Dolar AS