Karena Corona, Pendapatan Negara Diprediksi Turun 10 Persen
Pemerintah mengalokasikan tambahan belanja untuk penanganan dampak corona.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi, pendapatan negara pada tahun ini akan turun 10 persen, terutama pada penerimaan perpajakan. Penyebabnya, pandemi virus corona (Covid-19) yang menghambat aktivitas ekonomi di banyak negara, sehingga berpotensi melemahkan kondisi ekonomi.
Sri mengatakan, penurunan juga dikarenakan adanya dukungan insentif pajak dari pemerintah untuk mendukung dunia usaha maupun orang pribadi yang terdampak pelambatan ekonomi. "Selain itu, penurunan tarif PPh (Pajak Penghasilan) dan PNBP yang turun, dampak jatuhnya harga komoditas," ucapnya dalam teleconference dengan media, Rabu (1/4).
Di sisi lain, Sri menambahkan, pemerintah mengalokasikan tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan dampak Covid-19 hingga Rp 405,1 triliun. Rinciannya, Rp 255,1 triliun untuk belanja negara yang fokus pada kesehatan, jaring pengaman sosial dan membantu usaha. Sedangkan, sisanya, untuk dukungan pembiayaan anggaran dalam penanganan Covid-19.
Kondisi tersebut menggambarkan, Covid-19 sudah berdampak terhadap anggaran negara, sehingga dibutuhkan upaya pemerintah untuk melakukan penyelamatan. "Covid berdampak ke sektor ekonomi, sehingga ini sudah masuk dalam kategori kegentingan memaksa," tutur Sri.
Dampak Covid-19 juga mengancam sistem keuangan yang berpotensi memburuk. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik karena langkah-langkah penanganan pandemi yang berisiko pada ketidakstabilan makro ekonomi serta sistem keuangan.
Oleh karena itu, Sri menjelaskan, pemerintah dan lembaga terkait perlu segera mengambil kebijakan maupun langkah-langkah luar biasa (extraordinary). Salah satu langkah yang disebutkannya adalah memperluas defisit anggaran dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan.
Sri memperkirakan, defisit dapat mencapai 5,07 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), lebih tinggi dari proyeksi dalam Undang-Undang APBN 2020 yakni 1,76 persen. Prediksi itu juga lebih tinggi dari batasan maksimal defisit tiga persen yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Relaksasi defisit tertuang dalam dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/ atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Regulasi ini ditetapkan Presiden Joko Widodo pada Selasa (31/3) dan berlaku pada hari yang sama.
Dalam Pasal 2 ayat 1(a), pemerintah menetapkan batasan defisit anggaran melampaui tiga persen dari PDB selama masa penanganan Covid. Relaksasi berlaku paling lama sampai 2022 dan akan kembali ke batas tiga persen terhadap PDB pada 2023.
"Tiga tahun diperkirakan sudah selesai shock-nya," ucap Sri.