Jokowi Keluarkan Perppu Keuangan Negara, Defisit Naik

Defisit diperkirakan akan tembus dari batas aman 3 persen menjadi 5,07 persen.

ANTARA FOTO
Layar menampilkan rapat terbatas (ratas) melalui konferensi video yang dipimpin Presiden Joko Widodo dari Istana Bogor di ruang wartawan Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (30/3/2020). Presiden Joko Widodo memimpin dua ratas yakni antisipasi mudik lebaran dalam mencegah penyebaran COVID-19 dan laporan Tim Gugus Tugas Covid-19
Rep: Sapto Andika Candra Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu) atas aturan lama terkait keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan. Penerbitan perppu ini sekaligus menganulir sementara penetapan batas aman defisit anggaran, yakni 3 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Sebagai imbas dari penambahan belanja negara demi menggelontorkan bantuan sosial bagi masyarakat miskin, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diprediksi akan tembus batas aman 3 persen menjadi 5,07 persen sepanjang 2020. Karena itu, perppu tentang keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan ini sekaligus merelaksasi batas defisit menjadi lebih dari 3 persen hingga 2022 mendatang.

Baca Juga


Per 2023 nanti, pemerintah punya kewajiban mengembalikan defisit anggaran ke bawah batas amannya, tiga persen sesuai UU Keuangan Negara yang lama. "Perppu ini memberikan fondasi bagi pemerintah, bagi otoritas perbankan, dan otoritas keuangan untuk melakukan langkah-langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional, dan stabilitas sistem keuangan," kata Presiden Jokowi dalam keterangannya di Istana Bogor, Selasa (31/3). 

Melalui perppu ini, pemerintah menambah alokasi anggaran belanja dari APBN 2020 untuk penanganan Covid-19 menjadi Rp 405,1 triliun. Rinciannya, Rp 75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan serta stimulus kredit usaha rakyat, dan Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

"Program pemulihan ekonomi ini termasuk restrukturisasi kredit serta penjaminan dan pembiayaan dunia usaha, terutama UMKM," ujar Presiden Jokowi. Khusus untuk anggaran bidang kesehatan, pemerintah akan memprioritaskan belanja untuk perlindungan tenaga kesehatan termasuk pemberian alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis.

Pemerintah juga akan menambah belanja alat kesehatan lain, seperti kit tes cepat atau rapid test, ventilator pernapasan untuk pasien Covid-19, hingga insentif yang akan diberikan kepada tenaga medis.

Kemudian, anggaran belanja untuk perlindungan sosial akan disalurkan melalui Program Keluarga Harapan (PKH) dengan jumlah keluarga penerima manfaat (KPM) naik dari 9,2 juta keluarga menjadi 10 juta KPM. Keluarga penerima kartu sembako murah juga dinaikkan dari 15,2 juta kepala keluarga menjadi 20 juta kepala keluarga.

"Anggaran perlindungan sosial juga akan dipakai untuk kartu prakerja yang dinaikkan anggarannya dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun," katanya.

Penyaluran kartu prakerja ini akan mencakup 5,6 juta orang penerima, termasuk di dalamnya adalah pekerja informal dan pelaku UMKM yang terimbas tekanan ekonomi akibat Covid-19.

Selain itu, pembengkakan belanja negara juga terjadi untuk menambal pembayaran tarif listrik yang digratiskan dan diberi diskon untuk golongan tertentu. Jokowi menjelaskan, sebanyak 24 juta pelanggan dengan daya 450 VA akan digratiskan tarif listriknya selama tiga bulan mendatang. Sementara itu, 7 juta pelanggan kelompok daya 900 VA akan mendapat diskon tarif sebesar 50 persen selama tiga bulan, yakni April, Mei, dan Juni 2020.

Pemerintah juga menyiagakan anggaran Rp 25 triliun untuk melakukan operasi pasar bila ada lonjakan harga pokok nantinya. Selain itu, stimulus ekonomi untuk pelaku usaha dan UMKM diberikan dengan menggratiskan PPh 21 bagi pekerja sektor pengolahan dengan penghasilan maksimal Rp 200 juta per tahun.

Kemudian, pembebasan PPN impor diberikan untuk pengusaha yang melakukan impor dengan tujuan ekspor, terutama bagi industri kecil dan menengah. 

Pemerintah juga mengurangi PPh 25 sebesar 30 persen untuk sektor tertentu dan memberikan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) bagi industri kecil dan menengah. Selanjutnya, pemerintah mempercepat restitusi PPN bagi 19 sektor tertentu untuk menjaga likuiditas pelaku usaha.

"Termasuk penundaan pembayaran pokok dan bunga semua skema KUR yang terdampak Covid-19 selama 6 bulan," ujar Presiden Jokowi.

Insentif nonfiskal pun ikut diberikan melalui penjaminan ketersediaan bahan baku industri. Pemerintah menyederhanakan larangan terbatas (lartas) ekspor dan percepatan layanan proses ekspor-impor melalui national logistic ecosystem.

Di sektor moneter dan perbankan, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan sektor keuangan untuk memberi daya dukung serta menjaga stabilitas perekonomian nasional.

"Kebijakan stimulus moneter melalui kebijakan intensitas triple intervention menurunkan rasio giro wajib minimum valuta asing bank umum konvensional dan juga memperluas underlying transaksi bagi investor asing dan penggunaan bank custody global dan domestik bagi kegiatan investasi," ujar Presiden Jokowi.

OJK juga menerbitkan beberapa kebijakan lain untuk meringankan beban pekerja informal dan pelaku UMKM yang terdampak tekanan ekonomi akibat Covid-19. Caranya dengan meringankan pembayaran leasing untuk UMKM dan pekerja informal maksimal 1 tahun serta memberikan keringan dan atau penundaan pembayaran atau leasing tanpa batasan plafon sesuai kemampuan debitur dan disepakati bank atau lembaga leasing.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler